RI Terapkan Pajak Minimum Global 15% Mulai 2025

Jakarta –

Indonesia akan menerapkan prinsip promosi Pajak Minimum Global (GMT) pada tahun 2025. Kebijakan ini sebelumnya diusulkan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dengan tarif 15%.

Fabrio Kakaribu, Kepala Badan Keuangan (BKF) Kementerian Keuangan, mengatakan penerapan GMT di Indonesia akan memastikan seluruh hak perpajakan dipungut dari perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia.

Akhirnya kalau pajaknya tidak kita terima dengan benar, maka negara asal investor itu akan dibawa pergi. Jadi kita tidak ingin situasi ini terjadi, kata Fabrio kepada wartawan di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (4/ 10/2024).

Oleh karena itu, banyak negara yang sepakat untuk menerapkan GMT di wilayahnya. Hal ini agar insentif perpajakan tidak menghilangkan hak pemungutan pajak penghasilan (PPh) dari perusahaan.

Karena semua negara paham. Mulai tahun 2024 semua negara dan sebagian besar di tahun 2025 akan menerapkan pajak minimum, Indonesia, kata Fabrio.

Pada saat yang sama, pemerintah berencana mengubah kebijakan insentif fiskal bagi perusahaan yang berinvestasi di Indonesia, dengan pengecualian pajak atau pembebasan pajak penghasilan. Namun kebijakan tersebut jelas tidak akan sepenuhnya menghapuskan tax holiday karena ketentuan tax holiday akan diperpanjang.

“Kami akan konfirmasi ke Menteri Investasi tidak ada gangguan. Jadi ketentuan yang ada akan kami perpanjang. Jadi tidak ada gangguan,” kata Fabrio.

Tax holiday tidak meringankan pengenaan PPH 22% hingga 0% karena terdapat kewajiban GMT sebesar 15%. Keringanan pajak maksimum adalah 7%.

“Dan seluruh dunia menyesuaikan dengan tax holiday dalam konteks tax holiday minimal 15%. Jadi dalam konteks Indonesia, artinya kalau pajak perusahaan kita 22%, maka tax holiday maksimalnya sampai 15%. Jadi 7%, yaitu 22% dikurangi 15%. Itu dalam konteks tax holiday ke depan, tegasnya.

Sekadar informasi, negara-negara G20 dan OECD telah menyepakati prinsip pajak minimum global sebagai langkah penting untuk mengatasi praktik perpajakan yang keras dan mengalihkan keuntungan ke tempat-tempat dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Berdasarkan perjanjian tersebut, terdapat dua sistem pajak minimum global, yang pertama adalah tingkat pajak minimum dan yang kedua adalah pajak yang tinggi.

Tingkat pajak minimum disepakati oleh negara-negara peserta di kolom dua OECD. Tujuannya adalah untuk mencegah perusahaan multinasional melakukan penghindaran pajak dengan menyimpan keuntungannya di negara-negara dengan tarif pajak yang sangat rendah.

Kedua, perpajakan yang tinggi artinya apabila suatu perusahaan membayar pajak di suatu negara yang tarif pajaknya berada di bawah tingkat minimum yang disepakati, maka negara lain dapat mengenakan “top up tax” atau pajak tambahan untuk mencapai tingkat minimum tersebut.

Sesuai kesepakatan antara negara-negara G20 dan OECD, tarif pajak minimum dunia ditetapkan sebesar 15%. Undang-undang pajak yang lebih rendah ini diberlakukan pada perusahaan multinasional (MNE) dengan pendapatan lebih dari 750 miliar euro dalam satu tahun fiskal.

Simak Video: Penerimaan Pajak RI Capai Rp 1.000 T, Ini Detailnya…

(bantuan/gambar.)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top