Sukabumi –
Pemandangan luar biasa bisa kita temukan di kawasan Hutan Lindung Tangkubanparahu. Seekor biawak berukuran besar terlihat sedang mencari makan di tumpukan sampah yang berserakan.
Kawasan ini harus dilindungi dari pembuangan sisa makanan manusia. Biawak yang panjangnya sekitar 1,5 meter itu terlihat merangkak di antara tumpukan air minum dalam botol plastik, kertas sabun, dan kotak kayu yang tersebar di sekitar cagar alam.
“Saya sering melihat orang membuang sampah di sini padahal ini kawasan cagar alam. “Cicak yang tadinya mencari makan di alam kini mencari sampah, ini jelas mengganggu ekosistem,” kata Deni, warga yang kebetulan sedang berkendara melewati kawasan tersebut.
Kehadiran satwa liar yang mencari makan di sampah rumah tangga dan plastik yang dibuang masyarakat sungguh menyedihkan. Pasalnya, kawasan yang akan dilindungi justru tercemar oleh aktivitas manusia.
“Mungkin mereka tidak mengerti atau tidak peduli pada hal terpenting bukan di rumahnya sendiri. Ini sangat menyedihkan karena alam yang seharusnya bersih malah menjadi tempat pembuangan sampah,” lanjutnya.
Ujang (52), warga sekitar yang sering melintas di kawasan itu, menuturkan hal serupa. Menurut Ujang, perilaku menghindari sampah tidak hanya dilakukan warga sekitar, tapi juga pengunjung yang datang ke cagar alam.
“Masyarakat dari luar daerah juga sering membuang sampah sembarangan. Padahal, ini adalah tempat yang patut dilindungi. Sayangnya tidak ada yang benar-benar mengawasi atau menegur mereka,” kata Ujang. Harus ada penegakan hukum yang tegas
Saat Ujang melihat jenis sampah yang seragam, ia curiga ada yang sengaja membuang sampah ke dalam cagar alam. Kurangnya pengawasan dan rendahnya kesadaran masyarakat menjadikan kawasan ini berisiko terkena pencemaran limbah.
“Perlu ada peraturan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang jelas. Jika ini terus berlanjut, bukan hanya lingkungan yang rusak, tapi satwa yang ada di dalamnya juga terancam punah,” imbuhnya.
Fenomena biawak yang mengobrak-abrik sampah di Hutan Lindung Tangkuban Parahu merupakan gambaran kecil dari permasalahan yang lebih besar. Kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Tanpa kesadaran dan tindakan nyata, cagar alam yang seharusnya menjadi tempat perlindungan flora dan fauna justru menjadi tempat pembuangan sampah dan merusak ekosistem di dalamnya.
“Saya berharap segera ada perhatian, minimal sampah segera diangkut. Karena letaknya di jalan utama menuju kota wisata Palabuhanratu yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Sukabumi,” pungkas BBKSDA Open Voice.
Kepala Resor Konservasi Wilayah VI Sukabumi, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Isep Mukti Miharja, membenarkan hal tersebut melalui telepon genggamnya. Isep menekankan pentingnya komunikasi intensif dengan masyarakat sekitar untuk mengatasi permasalahan sampah yang semakin mencemari kawasan cagar alam.
“Kita perlu banyak berkomunikasi dengan warga. Sampah yang ada di pinggir jalan seringkali dibuang begitu saja, dan kita tidak tahu apakah yang membuangnya adalah warga sekitar atau hanya orang yang lewat. “Itu menjadi kebiasaan yang sulit dikendalikan tanpa komunikasi yang baik,” jelas Isep.
Menurut Isep, pihaknya kurang membahas soal larangan membuang sampah sembarangan, khususnya di cagar alam.
“Di kawasan itu banyak sampah, seperti popok sekali pakai (pampers). “Banyak sampah di luar yang berasal dari warga atau pengendara yang lewat dan tidak hati-hati membuang sampah di pinggir jalan,” imbuhnya.
Menurut dia, pemerintah setempat bahkan sudah memasang plang larangan membuang sampah sembarangan di kawasan tersebut karena mempertimbangkan lingkungan.
“Di sana sudah ada tanda larangan, ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah daerah. Panel ini dibentuk atas kerja sama antara pemerintah pusat dan provinsi. Yang perlu kita lakukan saat ini adalah memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kebersihan lingkungan,” kata Isep.
Isep juga menjelaskan bahwa biawak mempunyai kemampuan memakan apa saja termasuk sampah.
“Kadal bisa makan apa saja. Bisa jadi daerah tersebut kekurangan makanan alami sehingga mencarinya di tumpukan sampah. Namun limbah ini jelas tidak layak untuk dimakan satwa liar,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya kerap berkomunikasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terkait pemilahan sampah di cagar alam.
“Kami sering berdiskusi dengan DLH tentang pemilahan sampah, khususnya sampah plastik yang banyak terdapat di daerah ini. Namun DLH mempunyai keterbatasan tenaga untuk menanganinya,” kata Isep.
——-
Artikel ini muncul di ANBALI NEWSJabar.
Saksikan video “Video: 3 Eks Pejabat RSUD Palabuhanratu Jadi Tersangka Kasus Korupsi” (wsw/wsw).