Urgensi Pengembangan Bioetanol, Benarkah Lebih Ramah Lingkungan?

Jakarta –

Untuk bertahan di masa depan, semangat penurunan emisi gas rumah kaca harus digalakkan. Berbagai pilihan teknologi yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca harus didukung di semua sektor, termasuk penggunaan bioetanol.

Menurut peneliti ITB, Prof. Dr. Ronny Purwadi, Indonesia berada di persimpangan jalan penting dalam upaya mencapai kemandirian energi dan mengatasi perubahan iklim. Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil terus meningkat, sementara dampak negatif terhadap lingkungan semakin nyata.

“Di tengah tekanan global untuk beralih ke energi yang lebih ramah lingkungan, bioetanol menawarkan peluang luar biasa yang belum dimanfaatkan sepenuhnya di Indonesia,” kata Ronny.

Ronny menambahkan, Indonesia saat ini telah menjadi pemimpin dunia dalam penerapan biodiesel B35 dan penggunaannya akan segera meningkat menjadi B40. Namun Indonesia masih tertinggal dalam penerapan bioetanol untuk mesin bensin.

“Bahkan, pengembangan bioetanol dapat membawa manfaat besar bagi lingkungan, ketahanan energi nasional, dan pertumbuhan ekonomi,” kata Ronny.

“Bioetanol yang dihasilkan dari sumber biomasa seperti molase tebu, sorgum, jagung atau singkong mempunyai potensi besar dalam menurunkan emisi CO2 sekaligus meningkatkan ketahanan energi nasional,” tambah Ronny.

Meski bioetanol masih menghasilkan emisi GRK, lanjut Ronny, penting untuk dipahami bahwa bioetanol termasuk bahan bakar netral karbon. Gas CO2 yang dikeluarkan dari pembakaran bahan bakar bioetanol diserap kembali oleh tanaman penghasil bahan baku bioetanol.

“Jadi penambahan bersih gas CO2 ke udara bisa dianggap nol dan siklus karbon menjadi netral. Pengembangan industri bioetanol sangat penting untuk dilihat sebagai strategi jangka menengah dan panjang, karena dapat mengatasi permasalahan energi saat ini, mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan,” kata Ronny.

Dalam pemberitaan ANBALI NEWSOto sebelumnya, Pertamina telah menguji bahan bakar bioetanol 100 persen sebagai pengganti bensin dan mendemonstrasikannya di Gaikindo Indonesia International Auto Show 2024 (GIIAS).

Menurut Senior Vice President Technology Innovation PT Pertamina (Persero), Oki Muraza, Pertamina telah memproduksi bioetanol sebanyak 150 liter untuk uji coba di GIIAS 2024. Bioetanol ini dihasilkan dari limbah biomassa yakni batang tanaman Sorgum. Proses produksi biofuel menggunakan peralatan destilasi dan dehidrasi yang terdapat di fasilitas Laboratorium Inovasi Teknologi Pertamina.

Sari sorgum diperoleh melalui kerja sama dengan perguruan tinggi setempat yang telah melakukan uji tanam di beberapa lahan. Sari yang dihasilkan kemudian difermentasi menjadi bioetanol kemudian dimurnikan, kata Oki dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Kamis (25/7/2024) lalu. . ). Simak video “Respon Jokowi Saat Luhut Minta Pertamina Beli Perusahaan di Brazil” (lth/rgr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top