Jakarta –
Peringatan tahunan “Hari Mammogram” pada tanggal 13 Oktober telah menimbulkan kebingungan, memicu rumor tentang hubungan antara mammogram dan kanker payudara. Salah satu orang mengatakan bahwa luka tertutup dapat menyebabkan salah satu jenis kanker yang mematikan.
Sejauh ini, belum ada bukti ilmiah yang mendukung klaim tersebut. Namun, meski para ahli sering membantah klaim tersebut, mitos tersebut terus menyebar dan memicu kesalahpahaman.
Pusat penelitian tersebut mengutip buku “Dressed to Kill” karya Sydney Ross Singer dan Soma Grismaijer tahun 1995, yang pertama kali mempopulerkan gagasan bahwa payudara, terutama payudara bagian bawah, dapat menimbulkan persepsi kanker payudara. Dalam buku tersebut, penulis mengklaim bahwa wanita yang memakai bra selama 12 jam sehari memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara dibandingkan wanita yang jarang atau tidak pernah memakai bra.
Penulis buku tersebut percaya bahwa bra berkawat dapat membatasi aliran sistem limfatik, menyebabkan racun menumpuk di sekitar payudara. Namun belakangan, para ahli mengkritik pernyataan tersebut dan menyebutnya tidak ilmiah. Menurut American Cancer Society, tidak ada bukti bahwa kanker usus besar menyebabkan kanker. Faktanya, cairan cenderung mengalir ke ketiak, tempat kelenjar getah bening berada, bukan ke kawat bra. Oleh karena itu, tidak ada bukti adanya hubungan antara penggunaan bra rendah dan peningkatan risiko kanker payudara.
Buku Menyusui karya Dr. Susan Cinta, Dr. Susan Love menjelaskan, keyakinan bahwa payudara menyebabkan kanker mungkin berasal dari keinginan manusia untuk mengendalikan situasi yang menimbulkan ketidakpastian atau ketakutan, seperti risiko terkena kanker.
Orang sering kali mencari alasan sederhana untuk mengekspresikan diri dan berharap dapat mengurangi risiko kanker payudara dengan menghindari penggunaan bra. Namun, pada kenyataannya, berbagai faktor lain yang lebih logis, seperti pola makan, kebiasaan olahraga, gaya hidup, serta perilaku dan paparan lainnya, berperan besar dalam mempengaruhi perbedaan risiko kanker payudara di seluruh wilayah.
Terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan di beberapa daerah juga berkontribusi terhadap rendahnya tingkat deteksi kanker payudara, meskipun hal ini tidak berarti bahwa kanker tidak terjadi. Selain itu, seiring bertambahnya usia wanita, risiko terkena kanker payudara juga meningkat. Tingkat kanker payudara secara alami lebih rendah di negara-negara di mana orang meninggal lebih awal karena penyebab lain, terlepas dari apakah mereka memakai bra.
Terakhir, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa ukuran payudara yang kurang dapat menyebabkan kanker payudara. Satu-satunya penelitian yang secara khusus mengamati hubungan antara penggunaan bra dan risiko kanker payudara tidak menemukan perbedaan risiko kanker antara wanita yang memakai bra dan mereka yang tidak.
Faktor seperti obesitas yang diketahui meningkatkan risiko kanker payudara mungkin memperkuat mitos tersebut. Wanita dengan payudara besar lebih cenderung memakai bra untuk kenyamanan, namun mereka juga cenderung kelebihan berat badan, sehingga meningkatkan risiko kanker.
Pada saat yang sama, wanita yang tidak memakai bra cenderung memiliki berat badan yang sehat, yang mungkin menimbulkan keyakinan salah bahwa tidak memakai bra mengurangi risiko kanker.
Meskipun peringatan seperti “Hari Tanpa Bra” berhasil menarik perhatian masyarakat terhadap masalah kesehatan payudara, namun belum ada bukti ilmiah kuat yang mendukung klaim bahwa bra atau bra menyebabkan kanker.
Saksikan video “Video: Syifa Hadju belajar dari pengalaman dan memahami kesehatan payudara” (atas/atas)