Jakarta –
Setiap tanggal 10 Oktober, Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dalam kehidupan sehari-hari. Faktanya, banyak orang yang belum memahami pentingnya kesehatan mental.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menggunakan momen ini untuk menyoroti hubungan antara kesehatan mental dan pekerjaan. WHO menekankan bahwa lingkungan kerja yang aman dan mendukung dapat melindungi kesehatan mental, sementara stigma dan kondisi kerja yang buruk memperburuk kesehatan mental.
Apakah generasi muda seperti Gen Z memang lebih rentan mengalami depresi seperti anggapan banyak orang?
Generasi Z sering digambarkan sebagai generasi yang tidak mampu menghadapi tekanan pekerjaan. Secara umum diyakini bahwa mereka tidak dapat berfungsi secara maksimal dan lebih mudah terkena stres. Hal ini memicu perdebatan apakah Generasi Z memang lebih rentan terkena depresi dibandingkan generasi sebelumnya.
“Ada yang (rentan depresi), ada pula yang tidak. Saya kira Gen Z cenderung lebih terbuka jika menyangkut kecemasan atau depresinya,” jelas Weny (21), pekerja magang di Jakarta Selatan, Kamis. 10/10). 10/2024).
Menurut WHO, faktor lingkungan kerja merupakan aspek penting yang tidak dapat diabaikan. WHO menyatakan bahwa karena 60 persen populasi dunia merupakan angkatan kerja, diperlukan tindakan segera untuk melindungi kesehatan mental di tempat kerja. Kerjasama antara negara, pengusaha dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
Hal ini terutama berlaku bagi Generasi Z, yang menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang nyaman berdampak baik bagi kinerja.
Menurut Thackla (20), seorang pekerja magang di Jakarta Selatan, bersosialisasi dengan atasan dan rekan kerja yang baik adalah kunci mengatasi stres kerja.
“Bergaullah dengan atasan dan rekan kerja senyaman mungkin agar Anda bisa mengatasi depresi di tempat kerja dan juga melakukan penyembuhan dengan cara Anda sendiri,” jelas Thackla.
Narapidana lainnya, Fadhil (20), menekankan pentingnya dukungan dari lansia dan teman sebaya untuk mengurangi tekanan psikologis.
“Kalau senior atau teman-temanku baik dan suportif, aku jadi segan dan lebih hormat. Kalau aku pemarah, aku bilang ‘apa sih?’” kata Fadhil.
BERIKUTNYA: Bantuan profesional untuk kesehatan mental
(naik/naik)