Jakarta –
Indonesia resmi menjadi negara mitra blok ekonomi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Blok ekonomi ini konon berkontribusi sekitar seperlima perdagangan dunia.
“Baru saja: BRICS secara resmi menambahkan 13 negara baru (termasuk Indonesia) ke dalam aliansi sebagai negara mitra (bukan anggota penuh),” cuit akun resmi X @BRICSinfo pada Kamis (24/10/2024).
Lalu manfaat apa yang bisa diperoleh RI dengan bergabung sebagai mitra blok ekonomi ini?
Pendiri lembaga riset dan pelatihan Synergy Policies Dinna Prapto Raharja mengatakan, dengan bergabung menjadi mitra BRICS, Indonesia bisa masuk dalam skema perdagangan global, khususnya dengan negara berkembang.
Sebab, selama ini serangkaian organisasi atau lembaga internasional yang menjadi penghubung dagang Indonesia dengan negara lain, seperti G77 dan WTO, belum banyak membuahkan hasil. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk membuka peluang kerja sama baru melalui blok ekonomi tersebut.
“Keuntungannya Indonesia masuk dalam skema kerja sama negara-negara selatan yang baru terbentuk. Kita tahu, saat ini fungsi pertemuan PBB, misalnya G77 untuk negara-negara berkembang, negara-negara global selatan, kurang efektif. Apalagi belum ada hasil positifnya. Menggembirakan, bahkan sudah lebih dari 20 tahun berlalu, kata Dinna kepada ANBALI NEWSc, Jumat (25/10/2024).
Jadi, dalam hal kerja sama dengan WTO, negara-negara berkembang juga berada dalam posisi yang sulit. Banyak produk-produk dari negara-negara berkembang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi lanjutan, sehingga bisa menembus pasar negara-negara maju, yaitu sangat sulit dijangkau,” lanjutnya.
Belum lagi, menurutnya, negara-negara besar anggota BRICS seperti China dan Rusia seringkali berada dalam posisi sulit untuk memasuki perdagangan internasional. Misalnya terkena embargo atau sanksi, terutama dari negara Barat. Agar kemungkinan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan anggota BRICS semakin terealisasi.
“Jadi mereka sangat membutuhkan cara alternatif untuk bisa terus berproduksi, berdagang dan memiliki mata uang untuk eksis di tingkat ekonomi, itulah mengapa BRICS ada. Tapi mereka juga tahu bahwa tidak mungkin mereka bisa bekerjasama dengan pasar negara lain, kalau tidak kerjasamanya sama seperti yang lebih luas,” jelas Dinna.
Lalu ada kelebihan model kerja sama BRICS yang berbeda dengan sistem yang dibangun negara Barat lainnya. Misalnya saja untuk transaksi antar negara, BRICS mengandalkan sistem SWAP dan bukan kode SWIFT.
“Jadi kita harapkan di negara-negara Barat, karena Indonesia tidak lagi dianggap sebagai negara berpendapatan rendah, kalaupun kita meminjam uang, bunganya sudah tinggi,” ujarnya.
Selain itu, Dinna meyakini kemitraan dengan kelompok Rusia-Tiongkok akan membuat negara-negara Barat lebih menghormati atau memandang Indonesia. Sebab mereka paham betul bahwa negara-negara Barat bukanlah satu-satunya mitra dagang yang bisa diandalkan oleh Indonesia.
“Jadi bukan hanya soal ekonomi saja, tapi dengan hadirnya negara-negara Barat, otomatis negara-negara Barat akan mempunyai pandangan yang berbeda dan mungkin akan lebih menghormati negara kita dibandingkan jika kita hanya diam dan mengandalkan kerja sama dengan negara-negara Barat,” jelas Dinna. lagi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Peter Abdullah menilai Indonesia secara umum tidak memperoleh banyak nilai tambah dengan menjadi negara mitra BRICS. Sebab hingga saat ini Indonesia memiliki hubungan yang cukup erat dengan negara-negara anggota band Rusia-China ini.
“Saya kira sama saja. Sebenarnya sebagai mitra BRICS, kami sebenarnya tidak ada yang istimewa karena hubungan kami dengan China, India, dan Rusia sebelumnya sudah baik,” kata Peter.
Menurutnya, kemitraan ini hanya sebagai sarana untuk mempererat hubungan diplomatik antara Indonesia dan negara anggota BRICS. Padahal langkah ini juga penting mengingat anggota geng Rusia masih memiliki potensi perdagangan yang besar dengan Indonesia.
“China itu partner dagang terbesar kita apalagi dan kita masih punya potensi untuk mengembangkannya, misalnya dengan Rusia, dengan Brazil, India. Sebenarnya besar potensi perdagangan kita dengan mereka,” tuturnya.
Oleh karena itu, ia mengusulkan kepada Pemerintah untuk lebih fokus membangun kerja sama ekonomi dengan negara-negara anggota BRICS yang selama ini belum banyak dijajaki, seperti Rusia dan Brazil.
“Mungkin satu-satunya hal yang bisa diupayakan lebih jauh, misalnya terkait kemungkinan perdagangan dengan Brazil, atau bahkan Rusia,” ujarnya.
“Kita punya hubungan baik dengan Rusia, tapi secara komersial masih belum cukup. Mungkin lewat kemitraan ini kita bisa lebih memanfaatkannya,” lanjutnya.
Perlu diketahui, BRICS sendiri merupakan blok ekonomi yang diprakarsai oleh Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Namun, mulai Agustus 2023, kelompok perdagangan ini telah memperluas pengaruhnya secara global.
Ekspansi ini juga merupakan respon langsung terhadap meningkatnya kebutuhan akan alternatif terhadap lembaga-lembaga yang didominasi negara-negara Barat seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.
Segera setelah itu, blok ekonomi “anti-Barat” sebelumnya menerima Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, dan Uni Emirat Arab. Kini aliansi BRICS telah menambah 13 negara baru sebagai mitra.
Negara-negara yang baru ditambahkan termasuk Indonesia, Aljazair, Belarusia, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. (fdl/fdl)