Kasus Kanker Payudara Nanjak Terus di Singapura, Pasien Termuda Usia 22 Tahun

Jakarta –

Satu dari enam wanita di Singapura akan mengidap kanker payudara di usia muda, sebuah tren yang mengkhawatirkan. Sebagian besar berusia di bawah 45 tahun.

Akibat kurangnya pemahaman tentang penyakit kanker, banyak pasien yang terlambat ditangani karena saat terdiagnosis penyakitnya sudah berada pada stadium akhir. Anthony Tang, seorang ahli bedah kanker payudara, mengatakan kejadian kanker payudara di usia muda semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

“Saat ini, tidak jarang dokter bedah kanker payudara menjumpai pasien kanker payudara berusia tiga puluhan atau bahkan dua puluhan dengan tumor berukuran besar,” ujarnya seperti dikutip CNA, Senin (10/7/2024).

Baru-baru ini, 5 cm belum diuji. Pada saat wanita tersebut menemui Dr. Anthony, kankernya telah berkembang ke stadium 2 dan mendekati stadium 3.

Pasien tersebut merupakan salah satu warga Singapura yang menganggap mustahil terkena kanker di usia muda sehingga tumor tersebut hampir diabaikan.

“Itulah sebabnya pada kenyataannya, kanker payudara sering kali didiagnosis pada stadium yang agak terlambat, seringkali pada stadium 3,” lanjut Dr. Anthony.

Tren ini sangat berbeda dengan tren yang terjadi pada usia akhir lima puluhan atau enam puluhan, hampir 20 tahun yang lalu, ketika sebagian besar pasien kanker payudara memasuki masa menopause.

Berbeda jauh dengan pasien kanker payudara termuda saat ini yang baru berusia 22 tahun.

“Kanker payudara stadium awal seringkali sangat agresif, seringkali merupakan kanker payudara triple-negatif atau kanker payudara HER2-positif,” kata Dr. Tang.

Apa itu pemicu?

Dr. Tang percaya bahwa perubahan budaya berkontribusi terhadap angka-angka ini.

Memiliki anak sebelum usia 35 tahun, menyusui, dan memiliki lebih banyak anak dapat menurunkan angka kejadian kanker payudara,” jelasnya.

Namun, semakin banyak perempuan Singapura yang mempunyai lebih sedikit anak, terlambat mempunyai anak, dan memilih untuk tidak menyusui. Kecenderungan genetik dan menopause dini meningkatkan risiko kanker payudara.

“Sayangnya, banyak dari faktor-faktor ini berada di luar kendali kita,” kata Dr. Tang.

Namun, dua faktor risiko yang meningkatkan risiko kanker payudara adalah gaya hidup yang kurang gerak dan kelebihan berat badan. Sebenarnya kedua faktor ini bisa dicegah.

Perlu diperhatikan bahwa gaya hidup aktif dan pola makan sehat tidak hanya menurunkan risiko kanker payudara tetapi juga menurunkan risiko kanker dan penyakit lain seperti diabetes dan tekanan darah tinggi.

Faktanya, banyak dokter yang melihat remaja putri mengabaikan benjolan payudara dalam waktu lama sebelum menemui dokter.

“Yang mengkhawatirkan dari kanker payudara adalah gejala yang paling jelas adalah benjolan, tapi di luar benjolan itu tidak ada apa-apa,” ujarnya. Tidak ada rasa sakit atau ketidaknyamanan.”

(tidak/naik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top