Jakarta –
Ketua Komisi VII DPR RI Salih Partonan Duli meminta pemerintah mengusut keluhan pelaku usaha terkait kehadiran online travel agent (OTA) asing di Indonesia. Sebab, pajak OTA luar negeri sebagian besar dihasilkan oleh pelaku usaha.
Tanggung jawab membayar pajak harusnya ditanggung bersama secara adil oleh seluruh pelaku usaha. Termasuk OTA asing,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/10/2024).
Ia pun mencontohkan, banyak kasus pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak komisi dari hotel. Sedangkan OTA asing tidak membayar apa pun. Menurutnya, hotel tersebut terlihat buruk dan perlu perhatian.
“OTA-OTA asing ini tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Akibatnya tidak patuh terhadap aturan yang berlaku. Selain merugikan pelaku usaha, negara juga merugikan karena tidak menerima pajak. pendapatan dari mereka,” jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera fokus pada OTA asing yang beroperasi di Indonesia. Menurutnya, hal ini perlu dijaga agar tidak ada pihak yang dirugikan keberadaannya. Terlebih lagi, dalam perkembangan bisnis digital saat ini, OTA di luar negeri sudah semakin berkembang.
“Harus dicari solusinya. Mungkin perlu dibuat aturan. Tahap awal perlu dilibatkan ahlinya,” ujarnya.
Sebelumnya, para pengusaha sektor pariwisata yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengeluhkan usahanya yang belum pulih pasca pandemi Covid-19. Belum selesai masalah ini, para pedagang menghadapi masalah baru yaitu terkait online travel agent (OTA) luar negeri.
Sekjen PHRI Maulana Yusaran menjelaskan, OTA asing tidak memiliki izin pendirian usaha tetap. Oleh karena itu, mereka tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dijelaskannya, karena tidak memiliki badan usaha tetap dan NPWP, akhirnya pajak yang seharusnya dihasilkannya ditanggung pihak hotel. Menurutnya hal itu tidak pantas.
“Nah, yang pada akhirnya targetnya membayar kewajiban pajak ke negara. Itu tidak adil,” ujarnya kepada ANBALI NEWS. (acd/das)