Jakarta —
Beberapa indikator menunjukkan bahwa situasi perekonomian Indonesia saat ini sedang lemah, bahkan baik. Hal ini terutama terlihat pada menurunnya daya beli masyarakat.
Penurunan daya beli ini dibuktikan dengan berbagai indikator seperti deflasi atau penurunan harga bahan pangan, penurunan pembelian semen di tingkat nasional, dan penurunan pengajuan pinjaman.
Rangkuman Podcast ANBALI NEWS “Rejecting the Poor: Sinyal Deflasi Tunjukkan Perekonomian RI Anemis” bersama Kepala Ekonom INDEF Tauhid Ahmad, berikut 6 tanda perekonomian Indonesia lesu: 1. Deflasi harga inti pangan
Tauhid mengatakan, salah satu tanda daya beli masyarakat terus melemah adalah anjloknya harga bahan pokok. Misalnya cabai, bawang merah, telur, dan ayam.
Deflasi ini ditandai dengan penurunan (harga) bahan pangan seperti cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras murni, daging ayam ras, kata Tauhid.
Sebab anjloknya harga ini menunjukkan betapa melemahnya kemampuan masyarakat dalam membeli bahan pangan pokok. Meskipun pemotongan harga juga bisa terjadi ketika suatu produk kelebihan pasokan.
“Iya, bisa jadi cabai sedang musim ya, pasokannya banyak. Tapi kalau respon (pembeli) tidak banyak, maka akan terjadi penurunan harga. Nah, itu terjadi di bulan September, Lanjutnya 2 Penurunan penjualan kendaraan roda dua
Selain penurunan pembelian bahan pokok, Tauhid menilai penurunan penjualan kendaraan roda dua atau sepeda motor merupakan salah satu tanda melemahnya daya beli masyarakat.
Sebab, situasi ini menunjukkan bagaimana masyarakat menahan diri untuk tidak membeli barang kebutuhan lain di luar kebutuhan pokok, seperti sepeda motor.
“Penjualan kendaraan roda dua juga mengalami penurunan. Misalnya saja indikator kendaraan roda dua pada Agustus (2024) sebesar -4,1% dibandingkan Juli (2024),” jelasnya. Penurunan penjualan semen dalam negeri
Tanda lain melemahnya daya beli masyarakat terlihat dari meningkatnya penjualan semen di dalam negeri. Sebab, menurut Tauhid, hal tersebut menunjukkan pertumbuhan sektor properti Tanah Air.
“Kemudian ada juga indikatornya, misalnya semen nasional rata-rata tumbuh 2,5% ya hanya 2,2%. Padahal itu menunjukkan adanya gerakan di bidang pembangunan masyarakat,” jelas Tauhid.4. PMI di bawah 50
Purchasing Managers’ Index (PMI) merupakan salah satu indikator perekonomian penting yang selalu menjadi fokus para ekonom dan pakar keuangan, termasuk Tauhid.
Sebab indeks ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai keadaan sektor manufaktur dan secara tidak langsung mengenai arah dan kekuatan perekonomian secara keseluruhan.
PMI manufaktur berkisar antara 0 hingga 100, angka di atas 50 menunjukkan ekspansi atau pertumbuhan sektor manufaktur, sedangkan angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau kontraksi aktivitas.
“Indeks Manajer Pembelian (PMI) di bawah 50 itu menunjukkan barang lebih banyak dibeli, terutama di sektor industri ya, barang yang dijual lebih banyak, jadi angkanya di bawah 50,” ujarnya.5. Pengurangan permintaan kredit
Selain itu, Tauhid mengatakan penurunan daya beli masyarakat juga terlihat pada sektor keuangan, khususnya pada pengajuan kredit. Sebab indikator ini secara langsung menunjukkan kesediaan masyarakat untuk berbelanja.
“Penurunan pinjaman di bulan Agustus minus 0,09 persen. Bahkan, penyaluran kredit turun 11,4% year-on-year di bulan Agustus dibandingkan 12,4% di bulan Juli, sehingga suku bunga kredit memang turun.”
“Ini menunjukkan sisi permintaan, terutama sisi daya beli, justru mengalami kontraksi pada bulan ini sehingga menyebabkan deflasi selama beberapa bulan,” imbuhnya.
Simak Videonya: Sekilas Situasi Perekonomian Indonesia Jelang Kepergian Jokowi
(fdl/fdl)