Betawi Condet Punya Pembeda: Kental Religi, Jaga Budaya

Jakarta –

Jakarta tidak bisa dikatakan lepas dari Betawi. Salah satu kawasan yang masih sangat bernuansa Betawi di Jakarta adalah Condet yang masih mempertahankan budayanya.

Banyak yang menyebut kawasan di Jakarta Timur sebagai Kampung Arab, namun Tokoh Masyarakat Condet Dicky Arfansuri dengan tegas menolaknya. Dicky mengatakan Condet merupakan identitas Betawi. Ia mengatakan Condet memiliki sejarah panjang peradaban manusia di Jakarta saat ini. Ia pun membeberkan hubungan Condet dan Jakarta.

“Kalau bicara Condet pasti identik dengan Betawi. Tapi kalau bicara Jakarta, belum tentu Betawi,” ujarnya kepada ANBALI NEWSTravel, Selasa (10/8/2024).

Menurut Dicky, yang membedakan Condet Betawi dengan yang lain adalah nilai-nilai keagamaan yang mereka jalani, bahkan dahulu budaya kesenian seperti Ondel-ondel dan tari-tarian belum begitu dikenal seperti saat ini. Ia mengatakan kesenian Condet Betawi erat kaitannya dengan kegiatan keagamaan seperti silat dan rebana pada masa lalu.

“Kalau bicara Condet secara keseluruhan, budaya Condet Betawi cenderung ke arah ritual keagamaan. Condet benar-benar kental dengan nilai-nilai keagamaan. populer di negeri Condet”, ujarnya.

“Yang kuat di Condet Betawi adalah kegiatan keagamaan, bahkan pelaksanaan kudeta (silat). Kalau ada seni budaya seperti rebana ketimpiring, rebana biang, itu saja,” kata Dicky tentang jejak leluhur.

Dicky mengatakan, bukan berarti Condet Betawi menolak budaya kesenian Betawi yang banyak ditemui di pelosok Jakarta, meski lebih bernuansa religi. Dikatakannya, di Condet mempunyai tokoh masyarakat yang merupakan orang-orang lanjut usia yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi dan hal itulah yang ditiru oleh masyarakat.

Mulai dari keturunan Sultan Ageng Tirtayas, keturunan Kerajaan Goa Makassar, dan masih ada sesepuh lainnya yang menjadi cikal bakal kuatnya spiritualitas Condet Betawi.

Oleh karena itu, budaya para tokoh sentral masa lalu mempunyai pengaruh yang kuat, membentuk tatanan di wilayah Condet, ”ujarnya.

Dengan perkembangan saat ini, kekuatan religi Condet Betawi semakin menguat dan menjadi ciri khas. Pelestarian budaya dan agama yang harmonis memberikan warna tersendiri pada budaya Betawi. dari benang nganten.

“Iya, nganten itu hanya salah satu ritual hidup, saya anggap itu ritual hidup di antara puluhan ritual wabil Betawi, khususnya Condet,” kata Dicky.

Salah satu bukti fisik lekatnya agama Islam dengan Condet Betawi adalah dengan adanya masjid kuno yang sudah ada sejak abad ke 16, khususnya Masjid Al Khairaat di kawasan Batu Ampar dan munculnya kesenian lain yang kini menjadi sebuah Identitas.

Selain kuat dalam agama, Condet Betawi juga kuat dalam menjaga silat, karena dulu sering terjadi adu fisik. Hal inilah yang menjadikan silat menjadi budaya yang lekat dengan Condet.

“Karena saat itu fase perangnya adalah perang fisik, banyak gunanya bermain pukulan dan sebagainya, karakternya kuat di sana. Tapi kalau bicara tari, tari topeng atau segala macamnya, lebih identik dengan bahasa saya, agen – agen kolonial,” ujarnya.

Dan ketika kesenian lain seperti gambang keromong dan Ondel-ondel mulai bermunculan pada tahun 1970-an atau 1980-an, Dicky mengatakan tokoh budaya Betawi Tanah Abang, yakni Firman Buntako, yang membawa kesenian tersebut ke Condet berperan penting. daerah.

Sebab saat itu Condet Betawi belum memiliki tokoh-tokoh yang ahli dalam memaknai kesenian khas seperti di daerah Betawi lainnya.

“Nah, Firman Buntako juga punya peran penting, dia membawa seni ke sini karena dia tahu seniman Tanah Abang adalah seniman Tanah Abang. Tanah Abang identik dengan samra, Gambang Kromong punya aktor tapi kita tidak punya,” kata Dicky.

Olahraga tarung di Condet kini telah berkembang di setiap sudut desa. Dicky mengatakan, ada sekitar 18 perguruan pencak silat di Condet yang berpusat di Muara Condet. Dan ada juga beberapa sanggar, mulai dari Sanggar Lenong dan juga sanggar tari diperkirakan berjumlah 10 Sanggar Jangan Lupakan Akarnya

Budaya dan agama di Condet Betawi merupakan dua aspek yang tidak bisa dipisahkan lama-lama. Dicky berharap generasi muda Condet tidak melupakan nenek moyangnya dan bangga terhadap Condet.

Terus berinovasi di Condet dengan beragam kegiatan berbasis budaya dan agama, serta kolaborasi. Dicky yakin budaya baik ini akan terus berkelanjutan di masa depan.

“Kaitannya dengan budaya ini, bagaimana kita mengupayakan inovasi, bagaimana kita melibatkan generasi muda, agar budaya Betawi di Condet tidak terpengaruh oleh orang tua, oleh orang tua, tidak harus seperti ini. Condetismo adalah hashtag “Tagar kami menurut saya adalah salah satu ciri yang memperkuat cerita ini”, ujarnya.

Saksikan video “Kampung Perajin Budaya Condet Tawarkan Masakan Khas Betawi Sejak Tahun 1953” (upd/fem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top