Jakarta –
Upaya pemerintah memberantas perjudian online (judol) di Indonesia nampaknya harus melalui jalan yang berliku. Selanjutnya, gelar perkara melibatkan 11 pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi), dan 4 warga sipil.
Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya menyita uang sebesar Rp 73,7 miliar. Uangnya Rp 35,7 miliar dan 2,9 juta dolar Singapura atau Rp 35 miliar.
Psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ menilai masyarakat Indonesia saat ini sedang berada pada fase krisis kecanduan judi internet. Hal ini didukung dengan data bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus perjudian online terbanyak.
Menurut dr Lahargo, perilaku klinis ini disebut perjudian patologis. Keadaan ini terjadi ketika seseorang tidak dapat mengontrol atau mengendalikan keinginan untuk berjudi, meskipun sudah memahami dengan jelas dampak negatif yang dapat terjadi.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari perilaku kecanduan judi internet bermacam-macam. Mulai dari masalah keuangan, hingga munculnya perilaku negatif yang merugikan Anda dan orang lain.
Masalah keuangan, kerugian finansial hingga kebangkrutan karena kehabisan tabungan dan harta untuk berjudi atau melunasi hutang karena pinjaman yang dilakukan untuk modal perjudian dengan taruhan dengan jumlah yang sangat besar dan tidak masuk akal, jelas dr Lahargo kepada ANBALI NEWS, Jumat (8 ). ). / 11/2024).
“Kecanduan judi mengarah pada perilaku manipulatif, agresif, berbohong, pencurian dan perilaku kriminal karena sulit menahan keinginan untuk berjudi bahkan seringkali melakukan tindakan kekerasan yang merupakan dampak dari kecanduan judi yang dialami,” lanjutnya dari Orang Kecanduan Judol.
Di wilayah DKI Jakarta saja, dilaporkan hampir 100 orang dirawat di RSCM (RSCM) akibat kecanduan judi internet.
Kepala Divisi Psikiatri RSCM Dr. Kristiana Siste Kurniasanti, SpKJ mengatakan, pertumbuhan pasien kecanduan judo akan meningkat pada awal tahun 2024.
Jumlah yang dirawat di RS mendekati 100 orang dan yang berobat jalan dua kali lebih banyak dibandingkan yang dirawat di RS, kata dr Kristiana dalam jumpa pers dikutip ANBALI NEWS, Jumat (8/11/2024). .
Sementara itu, dr Lahargo membeberkan ciri-ciri gangguan jiwa yang terlihat pada kalangan penjudi online. Biasanya, mereka mengalami lima gejala dari 9 kriteria berdasarkan Manual Statistik Diagnostik (DSM V). Kriteria tersebut antara lain: Keinginan untuk berjudi dalam jumlah yang semakin banyak untuk mendapatkan kesenangan yang diinginkan Menjadi cemas, sensitif dan mudah tersinggung ketika mencoba mengurangi atau menghentikan perilaku berjudi. Selalu gagal mengurangi dan menghentikan perjudian karena nasehat dari pengalaman berjudi sebelumnya dan selalu berusaha mendapatkan uang untuk menggunakan perjudian. Lakukan perilaku perjudian ketika stres, cemas, khawatir, bersalah dan depresi Setelah kehilangan banyak uang berjudi, Anda kembali. hubungannya dengan harapan mendapatkan kembali uang yang hilang berjudi. Bohong, bohong jika terlibat dalam perjudian Memiliki masalah dalam hubungan, pekerjaan, akademik, karir dan peluang akibat perilaku perjudian Bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan masalah keuangan akibat perjudian
Menurut dr Lahargo, orang yang kecanduan judo akan mengalami kecanduan dan sulit untuk berhenti. Sebab, keseimbangan saraf otak juga terganggu oleh keluarga pecandu
Kristiana mengatakan, pil pahit kecanduan judi online tidak hanya dirasakan oleh para pemainnya saja. Menurut dia, keluarga pecandu juga bisa merasakan akibatnya.
“Terkadang depresi terjadi pertama kali di keluarga, namun yang mengalami perjudian online tidak mengalami depresi. Mereka tidak merasa ada masalah karena bisa meminta uang kepada keluarga,” kata dr. Kristen.
“Contohnya judi online, ada hutang, ada pinjaman online, teror keluarga, keluarga membayar sebesar-besarnya sehingga pelakunya merasa tidak penting, karena tidak diteror oleh keluarga, itu saja. Apa yang membuat keluarga tertekan,” ujarnya.
Masalah ini, lanjut dr Kristiana, bisa menjadi sangat rumit. Pasalnya, selain harus membayar utang, keluarga pecandu juga harus mengobati pecandu tersebut. Hal ini bertujuan agar perilaku perjudian online tidak terulang kembali di kemudian hari.
NEXT: Tanggapan Menkes Budi terhadap perjudian online di RI
(dpy/naf)