Peringatan 22 Tahun Tragedi Bom Bali, Peziarah Datangi Ground Zero

Rakyat –

Sudah 22 tahun berlalu sejak terjadinya Bom Bali pada 12 Oktober 2002. Namun rasa kehilangan masih tetap dirasakan oleh keluarga korban.

Bahkan setelah 22 tahun berlalu, Chris Murphy, warga negara Australia, masih mengenang kematian ibunya Jennifer Ann Murphy di Sari Club, Legian, Bali. Baginya, masih sangat sulit menerima kenyataan bahwa ibunya adalah korban bom Bali.

“(Bom Bali) merugikan banyak orang. Selain itu, kehilangan anggota keluarga dalam tragedi itu pasti berat,” kata Chris usai meletakkan karangan bunga bersama istri dan anak-anaknya di Tugu Peringatan Bom Bali, Sabtu (12/10/2024 ).

Murphy mengatakan dia masih berada di Australia saat itu. Hanya ibunya dan teman ibunya Nicole Maree Harrison yang pergi ke Bali.

Dua ibu asal Australia hanya ingin berenang dan menyelam di Pantai Kuta. Kemudian nikmati kehidupan malam yang meriah di Sari Club.

Namun tiba-tiba, malam itu sekitar pukul 23.00 WITA, 12 Oktober 2002, terjadi ledakan bom di Paddy’s Pub dan Sari Club yang menewaskan ibunya, teman ibunya, dan 200 korban lainnya.

“Saat itu ibu saya dan temannya sedang menyelam dan menghabiskan waktu menikmati malam. Tapi, ibu saya berada di waktu dan tempat yang salah. (Saya) tidak pernah meninggalkan (ibunya) sendirian,” kata Chris. .

Steve Morgan tiga dolar. Warga Geraldton, Australia Barat menganggap tragedi tragis ini tidak akan terlupakan bahkan setelah dua puluh tahun.

“Kami belum melupakannya dan kami tidak akan pernah melupakannya,” kata Morgan.

Lebih dari dua dekade kemudian, Morgan berharap kejahatan terhadap kemanusiaan tidak akan terjadi lagi. Terutama Bali yang dianggapnya sebagai rumah keduanya.

“Saya selalu mengingat kejadian ini. Banyak warga Australia dan Bali yang tidak bersalah meninggal tanpa alasan,” ujarnya.

Morgan mengatakan dia tidak beruntung berada di area tersebut malam itu. Ia yang berada di Bali baru mengetahui ledakan bom keesokan harinya dari radio.

Saat itu, ia mendengar kabar adanya bom yang menewaskan 12 orang di Bali. Hingga akhirnya ia mengetahui bahwa jumlah korban tewas dan luka berat semakin bertambah.

Ni Luh Erniati sedikit berbeda. Ia memaksakan diri untuk lega atas kematian istrinya karena kejadian tersebut, meski sulit. Ketua Yayasan Penyintas Indonesia itu berusaha melanjutkan hidupnya sambil memikirkan istrinya yang bekerja di grup Sari saat ledakan terjadi.

“Saya korban tidak langsung. Almarhum suami saya sudah meninggal. Almarhum suami saya saat itu sedang bekerja di Sari Club,” kata Erniati.

Setelah 20 tahun lebih, Erniati ingin move on dan berharap keluarga yang tersisa baik-baik saja. Ia pun berharap aparat keamanan terus menjaga keamanan di Bali.

“Agar tidak ada lagi bom di mana pun,” ujarnya.

Pantauan ANBALI NEWSBali, banyak wisatawan mancanegara terlihat mengunjungi tugu peringatan tersebut mulai pukul 08.00 Wita. Ada yang sekedar melihat, ada juga yang ikut mengenang dan mendoakan para korban yang namanya tertulis jelas di dinding tugu.

Beberapa dari mereka ingat bahwa keluarga mereka dibunuh oleh teroris. Sementara itu, yang lainnya ikut mendoakan saudara senegaranya.

Beberapa orang dari Konsulat Jenderal Inggris dan Australia meletakkan karangan bunga di dinding monumen. Setelahnya, ada 20 orang dari Yayasan Penyintas Indonesia yang mendoakan dan menebar bunga untuk mengenang para korban bom Bali.

****

Baca cerita lengkapnya di sini.

Saksikan video “Workshop Eksplorasi Lensa Bali, Kuasai Dunia Media Sosial dengan Konten Kreatif!” (bln/bln)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top