Manggarai Barat –
Tarif penangkapan ikan di Taman Nasional Komodo meningkat 200 kali lipat, dari 25 ribu euro per orang menjadi 5 juta euro per orang. Kenaikan tersebut dinilai tidak wajar.
Wisatawan yang bergerak di bidang olahraga memancing di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), menolak kenaikan harga ikan di perairan Taman Nasional (TN) Komodo.
“Kami menentang tarif yang tidak masuk akal, yang sebelumnya naik dari 25.000 menjadi 5 juta euro per orang per hari,” kata Justina Sedia, tim PT Lumba-Lumba Tour & Travel, salah satu perusahaan sport fishing di Labuan Bajo, Sabtu. . (2/11/2024).
Tarif olahraga memancing wisatawan di kawasan Taman Nasional Komodo akan naik menjadi €5 juta per orang per hari mulai 30 Oktober 2024. Sebelumnya tiket memancing hanya €25.000 per orang per hari.
Menurut Justina, wisatawan mungkin sudah tidak tertarik lagi melakukan aktivitas olah raga memancing di perairan Taman Nasional Komodo karena harga tiketnya yang terlalu mahal. Situasi ini, kata Justina, berdampak pada bisnisnya.
“Pasar kami sudah tidak bisa berjualan dan para tamu sudah tidak berminat lagi memancing,” kata Justina.
Addison, salah satu pelaku bisnis sportfishing di Balboaan Baja, juga menyatakan penolakannya terhadap kenaikan tarif penangkapan ikan. Pemilik MK2 Fishing Carter di Labuan Bajo menilai kenaikan tarif tersebut tidak masuk akal karena terlalu tinggi.
Menurut saya, kenaikan ini jelas tidak masuk akal, kata Edison.
“Dasar pertimbangan kenaikannya apa? Karena dari 25 ribu menjadi 5 juta NIS, naik 200 kali lipat lho. Tidak ada masukan atau pertimbangan dari pelaku usaha. Indonesia bermasalah, selalu begitu, kalau tidak ada gejolak, tidak ada perbaikan,” lanjut Edison.
Addison mengatakan kenaikan tarif penangkapan ikan dapat melumpuhkan bisnis sportfishing di Balboaan Baja. Wisatawan enggan membeli tiket olah raga memancing karena terlalu mahal. Usaha olah raga ikan di Labuan Bajo, kata dia, adalah milik orang Indonesia.
“Tentu saja hal ini mematikan bisnis penduduk lokal di sini. Sebagian besar usaha olah raga memancing adalah lokal. Kebanyakan pemiliknya adalah orang Indonesia, bukan orang asing. Faktanya, sejauh ini saya hanya mengenal satu orang asing, dan orang asing tersebut tidak aktif di nasional. taman, dia di Bali, semuanya ada di taman nasional Indonesia, kata Edison.
Menurut Addison, wisatawan lokal tidak mampu membeli tiket 5 juta ikan tersebut. Sedangkan wisatawan mancanegara bisa mencari olah raga memancing ke negara lain, misalnya Maladewa
“Bagi dunia sportfishing, tarif lokal jelas tidak menguntungkan. Pilihan untuk tamu lokal tidak terlalu banyak. Kalau kita menyasar tamu asing, persaingan sportfishing kita juga banyak,” kata Addison.
“Kalau tarifnya seperti itu, siapa yang mau ke Indonesia. Menurut saya, ini mematikan pariwisata Indonesia. Siapa pun yang membuat pengaturan ini jelas tidak memahaminya,” lanjutnya.
Biaya operasional olah raga memancing di Taman Nasional Komodo cukup besar. Biaya ini dibebankan kepada wisatawan. Sejauh ini biaya operasional penangkapan ikan mencapai sekitar Rp 20 juta per hari.
Biaya-biaya tersebut antara lain sewa perahu, utilitas, bahan bakar minyak (BBM), makanan dan minuman, perizinan dan lain-lain. Biaya operasional satu kapal untuk beberapa wisatawan adalah 4-8 orang.
“Sebenarnya harga kami sangat ketat. Dengan tiket saat ini, kalau enam orang, tiketnya 30 juta rupiah. Bahkan jika Anda mendengarnya, itu tidak masuk akal. Pertimbangan ini dari mana,” kata Edison.
Reza, salah satu pemain olah raga memancing pun melayangkan pengaduan. Menurut dia, sosialisasi kenaikan tarif tersebut baru akan dilakukan pada 25 Oktober 2024 atau lima hari sebelum penerapan. Bahkan, mereka sudah menjual paket ikan olah raga kepada wisatawan.
“Bagaimana dengan paket perjalanan ke depan yang sudah terjual? Dengan harga segini tidak masuk akal,” kata Reza.
Menurut Reza, kenaikan tarif penangkapan ikan berdampak pada perusahaan sport fishing di Balboan Bajo. Ia mengaku belum mengetahui pertimbangan menaikkan harga ikan hingga harga setinggi itu.
“Karena saya bingung, saya tidak menjelaskan alasan dan dasar penelitiannya. Pasti berdampak pada operator tur juga,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) Hendrikos Rani Siga menjelaskan penyebab peningkatan signifikan angka penangkapan ikan di Taman Nasional Komodo. Pria yang akrab disapa Hengki ini mengatakan, aktivitas penangkapan ikan mengganggu ikan di kawasan konservasi sehingga perlu ada kompensasi yang berimbang dengan tarif yang tinggi.
Alasan yang saya dapatkan karena kegiatan ini mengganggu satwa liar khususnya ikan di kawasan konservasi sehingga perlu diberikan kompensasi yang berimbang, kata Hangaki.
Hangaki mengatakan penerapan tarif tinggi tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah aktivitas penangkapan ikan di kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. “Harga yang tinggi dapat menurunkan jumlah aktivitas penangkapan ikan di kawasan konservasi. Hal ini menurut pendapat atau pertimbangan para ahli,” kata Hangaki.
——-
Artikel ini dimuat di situs ANBALI NEWSBali.
Saksikan video “Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sebut Taman Nasional Komodo Ditutup Sementara” (wsw/wsw)