Jakarta –
Banyak toko yang menjual pakaian dan perlengkapan kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengeluhkan minimnya pesanan untuk Pilkada 2024. Sulitnya mendapatkan pesanan sehingga beberapa toko di kawasan itu harus tutup atau tutup.
Rizal, salah satu retailer pakaian dan aksesoris hiburan, mengaku pesanan kampanye tahun ini turun signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Pengurangan ini berlaku untuk pesanan pakaian kampanye pada pemilu Presiden-Wakil Presiden (Pilpres), Legislatif (Pileg), dan Provinsi (Pilkada) yang sedang berlangsung.
“Saat ini (pesanan baju kampanye) sepi sekali. Kami hanya melakukan ini untuk (salah satu pasangan) di Pilkada Sorong. Jujur saja (pesanan) sepi, jauh dari tahun lalu,” ujarnya kepada ANBALI NEWS saat ditemui di kawasan Pasar Senen, Senin (28 Oktober 2024).
Secara keseluruhan, dia mengatakan tokonya mengalami penurunan pesanan pakaian kampanye sebanyak 45% pada tahun ini dibandingkan dengan waktu pemilu pada tahun 2019, yang tampaknya lebih buruk dibandingkan dengan waktu pemilu tahun 2014-2009.
“Pendapatan ini berkurang jauh, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, alhamdulillah. Sekarang benar, yang penting bisa makan dan bayar sewa toko, itu saja,” jelas Rizal.
Parahnya lagi, penurunan pesanan ini dibarengi dengan penurunan pendapatan, atau besarnya keuntungan yang diterima pedagang. Artinya, keuntungan bersih setiap trader dari setiap ordernya semakin berkurang sehingga menyulitkan mereka untuk bertahan.
“Kalau kita press (sablon) harganya Rp 3.000 per kaos. Maksimal yang kita dapat (jual kaos iklan) Rp 500 per kaos. Iya, kadang (kita untung) Rp 500 per kaos. 1.000 (setiap kaos berlengan pendek).
Menurut dia, situasi ini menyebabkan banyak toko pakaian usaha di Lapangan Senen yang bangkrut atau bangkrut. Padahal, sepengetahuan Rizal, sudah ada lebih dari lima toko di koridor bloknya yang tutup karena tak lagi kompetitif.
“Di sini banyak toko (baju camping yang tutup) dan itu sepi. Banyak yang tutup jadi kami tidak punya penghasilan, kami tidak punya penghasilan, kami membayar sewa untuk membeli setiap bulan. jadi kalau tidak ada pemasukan, kita tutup,” kata Rizal.
“Di deretan itu saja banyak yang tutup. Pokoknya dari akhir deretan itu banyak yang tutup, ada lima toko lebih. Toko konveksi banyak yang tutup juga, tiga pelanggan saya tutup,” tuturnya. menjelaskan. .
Sementara itu, penjual pakaian dan aksesoris pesta lainnya di Pasar Senen alias Iran mengakui, kebutuhan pemesanan kampanye Pilkada tahun ini mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan masa kampanye sebelumnya. Dimana dirinya sendiri mendapatkan pengurangan pesanan pakaian kampanye hingga 25%.
Seperti Rizal, dia mengatakan pengurangan mandat ini berlaku untuk mandat pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilu daerah yang hingga saat ini masih dalam proses kampanye. Upaya kemenangan kampanye ini menjadi kurang “seksi” dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau Pilkada sedang tidak ramai (pesanan banyak) dan warga yang mencari (konveksi atau sablon baju) juga lebih dekat. Makin kesini makin turun sedikit dibanding tahun 2009, 2014 masih lumayan lah. “, kata Iran.
“Hingga saat ini sudah ada penurunan sebesar 25 persen, dari tahun 2019 hingga tahun ini. Mereka lebih banyak (menyumbang) minyak (sembako) untuk turun ke bawah (kampanye), bajunya hanya lebih,” jelasnya. lagi. .
Beruntung Iran mengaku masih mendapat beberapa pesanan untuk kampanye Pilkada meski tak seramai tahun-tahun sebelumnya. Perintah tersebut sebagian besar sudah diterima bahkan sebelum KPU menetapkan jumlah calon kepala daerah.
“Bahkan sebelum jumlahnya keluar, mereka sudah membeli, membuat (pakaian untuk kampanye). Jika angka-angka ini keluar sekarang, apalagi hanya tinggal satu bulan lagi sampai (kampanye) dimulai, (pesanan) akan menurun,” jelas Iran.
“Sekarang kita sudah tidak melakukan (pakaian kampanye lagi), kita semakin banyak melakukannya. Kayaknya kita masuk 500 (pesanan pakaian kampanye), tapi sekarang itu tidak banyak,” ujarnya.
Selain itu, Iran juga mengatakan bahwa para pedagang tidak dapat memperoleh keuntungan lebih banyak dari setiap pesanan saat ini. Hal ini disebabkan banyaknya pesaing yang tentunya memaksa penjual untuk menjual pakaian promosi dengan harga lebih murah dengan keuntungan yang sedikit untuk mendapatkan pesanan.
Oleh karena itu, menurutnya, penjual saat ini tidak hanya kekurangan pesanan pakaian promosi, tapi juga keuntungan sehingga semakin sulit melanjutkan usahanya.
Iran bahkan menyebut situasi ini sudah terlihat di sektor industri konveksi secara keseluruhan. Dimana banyak pabrik konvektif yang mereka terima mengalami kegagalan atau bangkrut karena tidak mempunyai kekuatan untuk bersaing dengan kurangnya pelanggan.
“Pabrik konveksi banyak yang tutup. (Pabrik konveksi) di kawasan Tambora (Jakarta Barat) banyak yang tutup, kalau ganti mesinnya dijual. Saya sering pesan ke sana karena pas tutup, saya ganti (cari pabrik konveksi lain),” kata (fdl/fdl).