Jakarta –
Pemerintahan Indonesia, di bawah Presiden Prabowo Subianto, baru menjabat kurang dari sebulan, dan kontroversi mengenai peraturan tersebut pun bermunculan. Hal ini menyusul pendapat Kementerian Kesehatan (Kemengkes) mengenai penerapan seragam kemasan rokok tidak bermerek melalui rancangan Keputusan Menteri Kesehatan (Kemengkes) yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024).
Rencana kebijakan tersebut sempat membuat heboh karena dianggap berbagai pihak mengabaikan kontribusi signifikan sektor industri tembakau (IHT) terhadap perekonomian hingga saat ini. Kajian Institute of Economic and Financial Development (INDEF) menyebutkan jika ketentuan PP 28/2024 dan proyek Menteri Kesehatan diterapkan maka perekonomian nasional akan terkena dampak negatif hingga Rp308 triliun. .
Selain itu, rencana kebijakan tersebut diduga merupakan upaya Kementerian Kesehatan untuk mengamankan penerapan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Menanggapi hal tersebut dalam acara ANBALI NEWS Leaders Forum pada Selasa (5/11/2018) bertajuk “Menargetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Kebijakan Baru bagi Industri Tembakau”, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia sekaligus Rektor Jenderal Universitas Ahmad Yani Hikmahanta Juwana kata kementerian. layanan kesehatan dikritik habis-habisan.
“Kolonialisme saat ini harus dipahami tidak hanya dalam bentuk penjajahan. Kebijakan penyelundupan yang sarat kepentingan lembaga asing juga dimasukkan ke dalam aturan nasional,” kata Hikmahanta.
Ia juga menegaskan, Indonesia belum meratifikasi UNFCCC sehingga Indonesia tidak wajib menerima ketentuannya. “Hal ini bertentangan dengan arahan Presiden Prabov untuk mendukung kedaulatan Indonesia,” ujarnya.
Senada dengan itu, Sudarta AS, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tembakau dan Minuman Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), juga mengungkapkan keprihatinannya. Ia mengatakan, TIK merupakan sektor padat karya yang memerlukan dukungan pemerintah, bukan tekanan regulasi yang berlebihan. Sudartha juga mengatakan, pihaknya berupaya berbagai cara untuk memberikan informasi kepada Kementerian Kesehatan.
“Kami berusaha terus berpartisipasi dalam proses penerapan aturan tersebut, namun tidak didengarkan. Baru setelah ribuan anggota kami turun ke jalan, Kementerian Kesehatan mau berdialog,” ujarnya.
“Kemudian Direktur Kemenkes menyampaikan bahwa masih banyak jalan yang harus ditempuh sebelum adanya regulasi rokok tidak bermerek. Beliau juga sepakat untuk melibatkan RTMM dalam penyusunan aturan tersebut. Namun hal tersebut belum terjadi,” dia dikatakan. . kelanjutan
Pendekatan Departemen Kesehatan yang tidak jelas dan tidak konsisten telah memicu kontroversi lebih lanjut mengenai rencana standarisasi kemasan tanpa identifikasi merek. Mengingat besarnya kontribusi IHT terhadap perekonomian negara melalui cukai dan lapangan kerja, maka perlu adanya transparansi dalam perumusan kebijakan.
Banyak pihak juga yang berharap kebijakan seragam kemasan non-identitas bisa direvisi. Kebijakan yang diambil ini tidak hanya efektif dalam mencapai tujuan kesehatan masyarakat, namun juga penting untuk memusatkan perhatian pada keberlanjutan sektor tembakau dan dampaknya terhadap perekonomian masyarakat. (puisi)