Kemenpar Lagi Tampung Keluhan Industri Pariwisata, Termasuk soal OTA Asing

Jakarta –

Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa mengatakan pihaknya tengah mencermati berbagai persoalan yang dihadapi pariwisata. Hal ini menanggapi keluhan para pelaku bisnis perhotelan terhadap aktivitas online travel agency (OTA).

Para pelaku bisnis perhotelan sebelumnya mengeluhkan OTA asing tidak memiliki gerai di Indonesia. Inilah sebabnya mengapa dunia usaha terbebani dengan pajak.

“Kami masih dalam proses mengkaji semua persoalan penting yang dikeluhkan mitra pariwisata kami. Sementara semuanya sedang dalam proses peninjauan, tentu semuanya akan dikaji dan semuanya akan dikaji. Kami akan bicara, dan kami akan melakukannya. membicarakannya seiring perkembangannya. sedang dibahas,” ujarnya di Kementerian BUMN di Jakarta, Kamis (31 Oktober 2024).

Ia mengatakan, pihaknya akan mengusut berbagai persoalan terkait pariwisata pada pekan ini. Ia berjanji akan memberikan informasi mengenai perkembangan selanjutnya.

“Ini darurat terbesar yang kami bicarakan, pasti akan kami update secepatnya. Kami akan meninjau semua rekan-rekan kami minggu ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Resor Indonesia (PHRI) Maulana Yusran membeberkan permasalahan di sektor pariwisata. Ia mengatakan salah satunya terkait dengan adanya OTA asing yang tidak memiliki kantor pusat tetap (BUT) di Indonesia sehingga tidak membayar pajak dan merugikan industri dalam negeri.

“OTA asing tidak punya NPWP, sehingga industri dalam negeri akhirnya membayar pajak sebesar 20. Ini beban yang sangat besar,” ujarnya.

Dia menjelaskan, OTA asing tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% seperti yang disyaratkan penyedia jasa di Indonesia. Yakni sesuai aturan akomodasi perjalanan, komisi yang diterima OTA luar negeri bisa mencapai 18%. Itu juga tidak dikenakan pajak komisi 1,1%.

Dikatakannya, hal ini disebabkan OTA asing tersebut tidak memiliki ALI sehingga akhirnya membayar pajak dan meneruskannya ke Hotel. Selain itu, OTA asing kerap memutus kontrak hotel.

Belum lagi OTA luar negeri yang menggunakan strategi ‘bakar uang tunai’ dengan menawarkan diskon besar-besaran untuk menarik pelanggan. Meskipun hal ini tampaknya menguntungkan wisatawan, pada kenyataannya rencana ini merugikan pendapatan hotel lokal dan penyedia layanan pariwisata.

Pengembang aplikasi asing mengenakan harga yang sangat rendah untuk aplikasi mereka, sehingga hotel terpaksa mengikutinya. Menurutnya, dalam jangka panjang, strategi tersebut akan berdampak pada keberlangsungan bisnis lokal di sektor pariwisata.

Selain itu, mereka juga menerapkan tingkat paritas yang memaksa hotel tidak bisa menjual dengan harga lebih rendah dari yang mereka tetapkan. Kami tidak punya pilihan karena mereka mendominasi pasar digital, ujarnya.

Simak Videonya: Kisah Ni Luh Puspa yang Menghubungi Mayor Teddy untuk Masuk Kabinet

(acd/eds)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top