Jakarta –
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Irfan Setiaputra buka suara terkait anggapan harga tiket pesawat maskapai yang dikelolanya masih terlalu mahal. Dalam penjelasannya, Irfan menyampaikan ada komponen biaya yang mengalami kenaikan cukup besar.
Irfan pertama kali menjelaskan, banyak faktor yang mempengaruhi harga tiket pesawat, mulai dari biaya bahan bakar jet, pajak bandara, dan biaya lainnya. Seluruh sektor tersebut masuk dalam Peraturan Kementerian Perhubungan (PM) yang mengatur tentang Daftar Harga Maksimum (TBA).
Namun, kata dia, aturan tarif maksimal tidak berubah dalam 5 tahun terakhir. Meskipun jumlah sektor dalam perhitungan istilah tersebut mengalami peningkatan yang sangat tinggi.
“Nah, sampai tahun 2024 itu tidak akan berubah. Jadi saya masih pakai rumus tahun 2019. Itu sudah termasuk harga bahan bakar jet, perkiraan berapa ton bahan bakar jet yang digunakan dan sebagainya,” kata Irfan. dalam konferensi pers saat itu. Gedung Pengendali Garuda Bandara Soekarno-Hatta, Senin (11/11/2024).
Menurut dia, dengan kenaikan biaya sektoral, maka harga tiket yang dijual ke pelanggan pasti harus naik. Namun karena dalam lima tahun terakhir tidak ada perubahan, Irfan mengatakan Garuda Indonesia pasti akan tetap menggunakan tarif tinggi yang ditetapkan pemerintah.
“Karena kondisi pasar berubah, harga avtur dan kurs, karena basis kita dolar AS, sudah tidak menguntungkan lagi kok. Makanya kita minta kenaikan, tapi masyarakat banyak yang ribut. minta dikurangi ya, tidak masalah,” jelasnya.
Irfan mengatakan, ada juga pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini sebesar 11% dan Biaya Pelayanan Penumpang (PJP2U) yang membuat tiket dalam negeri semakin mahal.
“Iya setelah TBA ada pajak, lalu PJP2U yang tahun 2023 naik 35%, swasta lho? Tiba-tiba harga tiket saya naik, kamu harus naik kan? kamu semua marah padaku, bukan?” katanya,
“Biayanya Rp 168.000 kalau mudik, jadi saya bilang, bisa pindah ke Terminal 2 (Soekarno-Hatta) yaitu Rp 120.000. Kalau ke Halim Rp 70.000,” dia ditambahkan.
Pada akhirnya, hal inilah yang membuat Garuda Indonesia tidak membatasi harga tiket pesawat hingga batas atas rate (TBA) demi menjamin keuntungan perusahaan.
“Penjualan tiket marginnya satu digit (kurang dari 10%), jadi ketika harga tiket terus turun, kita tidak punya pilihan selain bertahan (dengan harga tinggi dari segi regulasi), dan memang tidak ada pilihan lain. “ucap Irfan.
“Jadi yang kami lakukan sebagai perusahaan adalah memastikan akuntabilitas kami kepada investor dan masyarakat bahwa perusahaan terselamatkan dan meningkatkan keuntungan dalam jangka panjang,” jelasnya lagi.
Tonton juga videonya: Sandi Klaim Diskon 45% untuk Penerbangan Garuda ke Bali
(acd/acd)