Kisah Buaya Putih & Batu Bongkok di Sungai Cimandiri pada Zaman Belanda

Sukabumi-

Kemunculan buaya putih di Sungai Simandiri Sukabumi membawa kembali kenangan zaman Belanda, ketika kisah magis masih menghantui tempat tersebut.

Ombak Sungai Simandiri yang berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi ini tidak hanya menyimpan keindahan alam, namun juga sejarah magis yang menggema di masa penjajahan Belanda.

Kemunculan buaya putih di Sungai Tsimandiri yang tengah ramai dibicarakan warga belakangan ini, rupanya bukan hal baru. Cerita tentang buaya telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Sukabumi selama puluhan, bahkan berabad-abad.

Faktanya, legenda buaya putih ini berakar kuat dari ingatan para pekerja perkebunan pada masa penjajahan Belanda, yang hidup berdampingan dengan satwa liar di sekitar sungai.

Konon pada tahun 1940-an, saat perkebunan di sekitar Sukabumi sedang dingin dan sibuk dengan pengawas koloni, banyak laporan tentang buaya putih yang ditemukan di Sungai Tsimandiri.

Ukuran tubuhnya sangat besar hingga mencapai 4 meter. Buaya sering terlihat saat sungai meluap. Namun keanehan buaya ini tidak pernah mengganggu siapapun.

Kisah tersebut dituturkan Edem Barong (54), warga Desa Mariuk, Desa Sidadap, Kecamatan Simpenan, Sukabumi. Salah satu pewaris sejarah ini diturunkan dari generasi ke generasi. Ia mendengar dari ayah dan kakeknya cerita tentang buaya putih yang dianggap sebagai penjaga sungai.

“Buaya itu biasanya muncul di suatu tempat tertentu. Kata orang tua, menjaga keseimbangan. Warnanya sebenarnya tidak putih, mungkin lebih keperakan, tapi kalau terkena sinar matahari tampak putih bersinar,” kata Barong, Sabtu. 16/11/2024).

“Pada zaman Belanda, penjajah takut dengan kemunculan buaya raksasa, padahal buaya tidak berbahaya bagi penduduk asli. Bagi mereka, kemunculan buaya bukanlah hal yang aneh,” lanjut Barong sambil meminumnya perlahan. kopi hitam disajikan.

Buaya putih ini dipercaya sebagai hewan luar biasa yang menyampaikan pesan. Kehadiran mereka seringkali dikaitkan dengan perubahan alam, seperti naiknya permukaan air atau peringatan akan adanya bencana. Gambarannya merupakan simbol keseimbangan antara manusia dan alam yang saling menjaga.

Selain buaya putih, ada juga cerita tentang buaya mendiang. Barong mengatakan buaya ini memiliki keistimewaan yang luar biasa dan ekornya tidak lengkap. Namun meski memiliki cacat fisik, buaya ini dikenal sebagai penolong.

“Konon Buaya Tunggul sering membantu orang yang berenang di sungai. Entah kenapa, hewan ini tidak pernah menyerang manusia. Bahkan, jika ada yang tenggelam, seolah-olah menuntunnya ke tepian,” kata Barong.

Di dasar Sungai Tsimandiri terdapat sebuah batu yang dikenal dengan nama Batu Bungkuk. Menurut legenda, batu ini merupakan habitat buaya. Batu besar yang tersembunyi di tengahnya inilah yang disebut sebagai tempat peristirahatan dan persembunyian buaya.

Barong berkata: “Batu yang menonjol itu konon berada di tengah sungai. Masyarakat percaya ada buaya besar yang bersarang di sana. Buaya putih dan buaya tunggul juga sering terlihat di sekitar batu itu.”

Pedra Jubarte merupakan bagian integral dari sejarah Sungai Simandiri. Meski bentuknya jarang terlihat, namun kehadirannya menjadi unsur magis yang masih membekas dalam ingatan masyarakat.

Legenda buaya putih, buaya sempoyongan, dan batu bungkuk merupakan kisah yang diceritakan secara turun-temurun. Masyarakat sekitar Sungai Tsimandiri meyakini kisah ini merupakan pengingat akan pentingnya hubungan harmonis dengan alam.

Di era modern ini, keberadaan buaya di Sungai Simandiri terus menimbulkan kekhawatiran. Warga yang beraktivitas di sekitar sungai kerap melihat buaya, namun tak sehebat cerita masa lalu.

Namun, bagi Barong dan banyak warga lainnya, legenda tersebut lebih dari sekedar mitos.

“Bukan hanya soal buaya dan batu di sungai. Ini tentang menghargai alam, karena kalau keseimbangannya tidak seimbang, alam pasti akan memberi tahu,” ujarnya.

Sungai Tsimandiri kini menjadi saksi bisu perubahan zaman. Dari zaman kolonial hingga zaman modern, kisah-kisah magis dan fakta kehidupan di sekitar sungai terus hidup berdampingan. Riak air seolah membawa arus waktu, menghubungkan masa lalu dengan masa kini.

——-

Artikel ini muncul di ANBALI NEWSJabar. Saksikan video “Video: Penampakan Buaya di Sungai Tsimandiri di Sukabumi meresahkan para penambang pasir” (wsw/wsw).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top