Perjuangan Pencari Harta Karun Sungai Musi, Bertaruh Nyawa dalam Kegelapan

Balibang –

Di balik gemerlap Sungai Musi sebagai ikon wisata di Palembang, terdapat para pemburu harta karun yang mempertaruhkan nyawanya dalam kegelapan.

17.00 WIB. Orang-orang yang berada di kapal terlihat serius sambil memegang selang kompresor yang memanjang hingga ke dasar Sungai Moshi. Inilah para pemburu harta karun Sungai Musi.

Pemandangan mereka tak lepas dari Sungai Musi yang misterius. Dari atas sungai terlihat buih sisa nafas. Ada seorang pemuda yang mempertaruhkan nyawanya untuk mencari harta karun.

Setelah 30 menit menunggu, terdengar teriakan “tarik” dari seorang pria paruh baya di atas kapal. Kemudian muncul seorang pria yang memakai masker selam. Mereka langsung membantu menarik pria bernama Madon (24 tahun) itu ke dalam pesawat.

Setelah melepas masker selam dan tali pemberatnya, Manton merogoh saku celananya untuk mengambil barang-barang yang diambilnya dari dasar Sungai Moshi. Selama dua jam yang dihabiskannya di kedalaman 20 meter, Madon tidak menemukan apa pun selain keramik putih dan debu emas yang disedot menggunakan selang besar berwarna biru.

Saat ini Madon sedang kurang beruntung mencari harta karun peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Dia tidak mendapatkan barang antik atau emas lagi.

“Saya menyelam sekitar dua jam di kedalaman 20 meter di Sungai Musi. Namun hari ini tidak banyak yang didapat. Hanya debu emas dan botol keramik kecil,” kata Madon saat ditemui di Sungai Musi, Sabtu. 16/11) akhir pekan lalu.

Jika beruntung, pemburu harta karun bisa menemukan barang antik dan berharga seperti keramik dan emas. Keramik biasanya merupakan peninggalan Dinasti Ming, Dinasti Tang, Dinasti Yuan, Dinasti Song, dan Dokter Hewan Generasi Kelima.

Meski baru dua tahun menjadi penyelam harta karun menggantikan ayahnya, Maddon sudah familiar dengan nama-nama harta karun yang ditemukannya.

“Saya baru dua tahun menjadi penyelam dan pemburu harta karun di dasar Sungai Musi, menggantikan ayah saya,” tambah Madon.

Menurut Madon, ayahnya sudah mencari harta karun peninggalan Kerajaan Sriwijaya sejak kecil, sama seperti dirinya. Kini ayahnya sudah tua dan tidak bisa lagi menyelam.

Satu perahu membawa delapan orang. Ada yang bertugas memegang selang kompresor, memegang selang besar untuk menyedot pasir dari dasar sungai, dan ada pula yang bertugas mengayak pasir. Sedangkan penyelam berjumlah tiga orang.

Ia menambahkan: “Penyelam yang bertugas ada tiga orang dan mereka mulai menyelam mulai pukul 09.00 WIB hingga 17.30 WIB.”

Awak kapal yang paling penting adalah mereka yang mengoperasikan motor kompresor karena mereka menyediakan oksigen yang menyelamatkan jiwa penyelam. Selama berada di sungai, penyelam akan memberikan tanda kepada pemegang tabung.

Kodenya misalnya berupa drag ketika penyelam meminta lebih banyak udara di motor kompresor. Dua tarikan penyelam berarti Anda meminta lebih sedikit udara dari mesin. Lalu ada simbol tarikan rangkap tiga, dimana penyelam meminta untuk ditarik ke atas.

“Awak mesin kompresor merupakan kru yang sangat penting karena nyawa para penyelam bergantung pada kru tersebut. Sehingga kru ini harus berkonsentrasi sekitar dua jam menunggu para penyelam,” jelasnya.

Awak kapal yang bertugas menyelam tidak dibekali peralatan profesional seperti penyelam pada umumnya. Mereka hanya menggunakan masker selam dan beban dengan rantai tambahan. Mereka juga menggunakan tas penyangga karena memiliki tali di bagian belakang.

Sebelum menyelam, Maddon harus sehat secara fisik dan kuat mental. Pekerjaan ini tidak sebatas satu atau dua hari saja, melainkan setiap hari. Mereka mencari harta karun di dasar Sungai Moshi.

Dia berkata: “Untuk menyelam, Anda harus memiliki mental yang kuat karena kami mempertaruhkan hidup kami di sini. Kami harus menyelam ke dasar sungai yang sangat gelap dan kami tidak tahu apa bahayanya.”

Menurut Madon, untuk mendapatkan harta karun di Sungai Musi yang airnya keruh dan kedalaman 20-35 meter itu membutuhkan perjuangan. Ia juga memakai sarung tangan hitam di tangan kanannya, agar tidak terluka saat menyentuh dasar sungai.

“Saat saya berada di dasar Sungai Musi, saya hanya bisa merasakan dan menggunakan emosi saya untuk mengambil hal-hal yang menurut kami menarik, kemudian memasukkannya ke dalam saku celana dan menggunakan sarung tangan agar tidak terluka,” ujarnya.

Penyelam juga perlu melihat pasang surut air sungai. Jika air laut sedang tinggi, upaya penyelaman akan dihentikan terlebih dahulu.

——–

Artikel ini dimuat di ANBALI NEWSSumbagsel.

Tonton video “Buaya Viral Besar Muncul di Sungai Musi, Palembang” (wsw/wsw)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top