Jakarta –
Pemerintah Amerika Serikat, yang dipimpin oleh Presiden Joe Biden, berencana untuk mendukung perjanjian mengenai kejahatan dunia maya di PBB, meskipun ada kekhawatiran bahwa perjanjian tersebut dapat disalahgunakan oleh rezim otoriter.
Perjanjian ini akan menjadi perjanjian PBB pertama yang mengikat secara hukum dan akan memberikan kerangka hukum global bagi negara-negara untuk bekerja sama mencegah dan menyelidiki penjahat dunia maya.
Selain itu, perjanjian ini juga dapat mempercepat proses hukum bagi pelaku penyebaran gambar pelecehan seksual terhadap anak dan penyebaran gambar intim tanpa izin.
Dan yang terpenting, perjanjian ini akan memudahkan proses ekstradisi para penjahat dunia maya yang bersembunyi di negara lain, seperti dikutip ANBALI NEWSINET dari Bloomberg.
Namun di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa perjanjian tersebut dapat disalahgunakan oleh negara-negara otoriter untuk mengirim orang-orang yang mereka anggap pembangkang ke luar negeri, dan bahkan dapat digunakan sebagai landasan hukum untuk mengumpulkan data lawan politik.
Terdapat ratusan pernyataan dari berbagai kelompok advokasi yang mengkritik partisipasi AS dalam kesepakatan tersebut. Namun, pemerintah Amerika berencana memasukkan hak asasi manusia dan perlindungan lainnya dalam perjanjian ini.
Dia juga mengatakan Departemen Kehakiman akan memantau secara ketat setiap permintaan dan menolak bantuan yang tidak sesuai dengan perjanjian.
Oktober lalu, enam senator Partai Demokrat mengatakan kesepakatan itu akan melegitimasi upaya negara-negara otoriter seperti Rusia dan China untuk menyensor dan memantau pengguna internet, dengan kata lain meningkatkan pelanggaran HAM di berbagai negara.
“(Kesepakatan ini) menimbulkan ancaman serius terhadap privasi, keamanan, kebebasan berekspresi, dan keamanan kecerdasan buatan,” tulis enam senator dalam surat tersebut.
Simak video “Video Menteri Pigai Ucapkan Selamat kepada PKS di Rapat Komisi DPR ke-13: Kita Selalu Oposisi” (asj/afr)