Jakarta –
Peristiwa langka menimpa bayi berusia 19 bulan bernama Deneen Auni Riksi. Rabu lalu dia didiagnosis menderita kanker ovarium stadium 3.
Gejala pertama berlangsung selama beberapa bulan, bayi di Malaysia sering menangis dan sembelit tidak kunjung hilang. Taneen masih menerima perawatan medis di Rumah Sakit Wanita dan Anak Sabah, lapor media lokal Sinar Harian.
Tim medis akan memulai pengobatan kemoterapi untuk Tannin. Ibunya, Falaristia Sintom, 25, mengaku kaget saat mengetahui putrinya mengidap kanker ovarium di usia muda.
“Saya tidak menyangka hal ini terjadi karena kanker ovarium biasanya terjadi pada wanita berusia 40 tahun ke atas atau wanita yang sedang mulai menstruasi,” ujarnya.
“Dokter masih mempelajari kasus putri saya karena kasus ini sangat jarang terjadi. Ketika kami mendengarnya, saya sangat terpukul, terutama karena dia masih sangat muda dan indung telur kanannya telah diangkat,” tambahnya.
Sembelit dan kembung di perut
Falaristia menjelaskan, Taneen pertama kali mengeluhkan gejala tersebut saat ia mulai mengalami diare dan sembelit pada Agustus lalu.
“Dia merasa tidak nyaman dan masih belum bisa bicara, dia menangis karena sakit di perutnya, perutnya bengkak, sulit bergerak, dia aktif dan tidak mau berjalan. akan dilakukan,” ujarnya.
Keluarga tersebut awalnya dirawat di RSUD Kota Marudu, namun dokter belum bisa memastikan kondisinya.
Suatu hari tekanan darahnya turun drastis dan pada 28 September dia langsung dirujuk ke HWKKS. Di sana mereka menemukan tumor dan pendarahan internal.
“Dia harus segera menjalani operasi untuk mengangkat tumor berukuran 13,50 cm itu. Setelah operasi Rabu lalu, dokter memastikan dia menderita kanker ovarium,” kata Fallaristia.
Keadaan saat ini
Mengenai peluang kesembuhan Taneen, dia mengatakan dia percaya pada Tuhan dan upaya rumah sakit.
“Saat ini dia sedang dalam masa pemulihan setelah operasi. Setelah sembuh, dia akan menjalani kemoterapi. Dokter sudah meyakinkan bahwa kondisinya bisa diobati dan masih ada harapan asalkan ada obatnya. Waktunya, saya doakan kesembuhannya,” imbuhnya.
Falaristia juga menyebutkan kesulitan yang dihadapinya untuk pergi ke rumah sakit karena mereka tidak memiliki mobil dan suaminya bekerja di Pos Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Gudad.
“Di Kota Marutu kami dulu tinggal di Kampung Mangin, jaraknya 15 kilometer, dan suami saya bekerja di Kud. Saat kami harus ke rumah sakit, kami tinggal bersama mertua saya di Pekan Goshan agar perjalanan lebih mudah. Tapi dia kini diterima di HWKKS di Kota Kinabalu dan perjalanannya menjadi semakin sulit.
Suaminya, Rixi Tahir, 25 tahun, seorang petugas pemadam kebakaran di Stasiun Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Gudat, mengakui bahwa mereka berjuang dengan beban keuangan untuk tagihan pengobatan.
“Sampai saat ini pihak rumah sakit belum memberikan perkiraan biaya operasi dan kemoterapi. Saya bekerja di Kuta, dan saya tidak bisa selalu mengunjungi istri dan anak saya di rumah sakit di Kota Kinabalu,” ujarnya.
Melihat penderitaan yang mereka alami, Riksi mengimbau masyarakat untuk berdonasi guna menutupi biaya pengobatan putrinya.
“Kami berharap donasi ini dapat meringankan beban keuangan keluarga kecil kami,” ujarnya. Tonton video “Fiksi atau Fakta: Mengikuti Program Bayi Tabung Berisiko Terkena Kanker” (naf/naf).