Jakarta –
Ukraina telah mulai meluncurkan rudal jarak jauh dari Amerika Serikat, termasuk ATCMS dan Storm Shadow, yang diproduksi di Inggris/Prancis, ke wilayah Rusia. Sebagai tanggapan, Rusia meluncurkan rudal balistik jarak menengah menuju Sungai Dnieper di Ukraina.
Para pejabat AS mengatakan rudal balistik tersebut memiliki banyak hulu ledak dan mungkin merupakan pertama kalinya senjata semacam itu digunakan. Setidaknya tiga orang terluka dan beberapa bangunan rusak dalam serangan ini. Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui serangan Rusia itu dilakukan dengan rudal balistik non-nuklir baru.
“Sebagai respons terhadap penggunaan senjata jarak jauh Amerika dan Inggris, pada 21 November, pasukan Rusia melancarkan serangan gabungan terhadap salah satu fasilitas industri pertahanan Ukraina,” kata Putin.
“Pakar rudal kami menyebutnya Oreshnik. Tesnya berhasil. Tujuan penerbangan tercapai,” ujarnya seperti dikutip CNN ANBALI NEWSINET.
Seorang pejabat Amerika mengatakan bahwa Rusia telah mengerahkan rudal balistik jarak menengah eksperimental yang dapat menempuh jarak 1.000 hingga 3.000 kilometer.
Putin juga mengatakan bahwa Moskow kini berhak menyerang sasaran militer negara-negara yang memiliki izin menggunakan senjatanya untuk melawan Rusia. Menurutnya, Ukraina menyerang sasaran di wilayah Bryansk Rusia dengan enam rudal buatan Amerika, dan kemudian meluncurkan sistem “Storm Shadow” Inggris dan Prancis di wilayah Kursk.
“Sejak itu, seperti yang telah kami tekankan berulang kali, konflik regional di Ukraina telah berubah menjadi konflik global,” kata Putin. Menurutnya, senjata semacam itu tidak mungkin digunakan tanpa melibatkan ahli militer negara yang memproduksinya.
“Kami menganggap benar menggunakan senjata kami terhadap fasilitas militer negara-negara yang mengizinkan penggunaan senjata mereka terhadap fasilitas kami, dan jika terjadi peningkatan tindakan agresif, kami akan merespons dengan tegas dan tepat,” tambahnya.
Rudal balistik baru Rusia
Menurut sumber resmi, rudal yang ditembakkan ke Dnipro dikenal sebagai Multiple Independently-Targetable Reentry Vehicle (MIRV). Rudal ini memiliki serangkaian hulu ledak, yang masing-masing mampu menargetkan lokasi tertentu, sehingga memungkinkan satu rudal balistik untuk melancarkan serangan yang lebih besar.
MIRV dikembangkan selama Perang Dingin untuk mampu mengirimkan banyak hulu ledak nuklir dalam satu peluncuran. Misalnya Minuteman III, rudal balistik antarbenua AS.
Serangan rudal Rusia ke Dnieper bukan dengan hulu ledak nuklir, namun dengan senjata yang sebenarnya dirancang untuk penggunaan nuklir. Wakil Sekretaris Pers Pentagon Sabrina Singh mengatakan ini adalah penggunaan pertama dari rudal balistik jarak menengah eksperimental yang didasarkan pada rudal RS-26 Roubezh Rusia.
Tom Karako, dari Proyek Pertahanan Rudal di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), mengatakan ini mungkin pertama kalinya MIRV digunakan dalam pertempuran. Dulu, MIRV hanya ditujukan untuk hulu ledak nuklir. Penggunaan rudal jenis ini yang dilengkapi dengan hulu ledak konvensional mewakili peningkatan ancaman nuklir Rusia, “Ini adalah rudal yang besar dan terkait dengan pengiriman nuklir.”
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB memperingatkan bahwa pengerahan rudal balistik jarak menengah baru oleh Rusia merupakan perkembangan yang mengkhawatirkan. “Ini semua menuju ke arah yang salah. Kami ingin semua pihak segera mengambil tindakan untuk memperbaiki situasi ini.” kata Stephane Dujarric. Tonton video “Video: Putin Mengumumkan Rusia Sedang Melakukan Pelatihan Senjata Nuklir” (fyk/rns)