Jakarta –
Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus tuberkulosis tertinggi kedua di dunia. Menurut laporan tuberkulosis global tahun 2023 yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia, jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia mencapai 1,6 juta kasus.
Indonesia berada sedikit di bawah India yang menempati peringkat pertama dengan 2.862.000 kasus, dan di atas China yang memiliki sekitar 752.600 kasus. Untuk menurunkan rating tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya saat ini fokus pada peningkatan jumlah kasus baru.
Belajar dari pengalaman masa lalu selama pandemi COVID-19, banyak kasus TBC yang salah didiagnosis. Hal ini tentu tidak baik, apalagi penyakit ini menular.
Selama pandemi, probabilitas deteksi TBC di Indonesia menurun dari 351.000 kasus baru pada tahun 2020 dan 465.000 kasus baru pada tahun 2021. Seiring berkembangnya pandemi, 724.000 kasus baru dan 809.000 kasus baru terdeteksi pada tahun 2022, dan kondisi deteksi pun membaik. Pada tahun 2023..
Menteri Kesehatan Budi menargetkan jumlah penderita tuberkulosis meningkat sebanyak 900.000 kasus pada tahun ini dan 1 juta kasus baru pada tahun 2025.
“Tuberkulosis itu menular. Kalau tidak terdeteksi, lalu di mana penyebarannya seperti COVID? Tahun lalu terdeteksi 800.000, dan tahun ini saya lari ke 900.000. TBC berbeda dengan COVID, karena ada obatnya. Efektif dan obatnya,” kata Menteri Kesehatan Buda, Selasa (12 November 2024) saat ditemui detektif di kantor Kementerian Kesehatan.
Menkes Budi berharap semakin banyak kasus baru maka semakin banyak pula pasien yang bisa mendapatkan perawatan yang baik. Hal ini bisa menjadi langkah efektif untuk mengurangi kasus TBC di Indonesia secara bertahap.
Tantangan lain yang dihadapi dalam proses pengobatan TBC adalah lamanya proses pengobatan. Selama terapi, pasien dapat meminum obat selama 6-22 bulan.
Tidak jarang pasien berhenti minum obat anti tuberkulosis karena merasa lelah. Menurut Menteri Kesehatan Budi, Indonesia saat ini sedang melakukan transisi ke rejimen pengobatan baru yang akan mengurangi durasi pengobatan menjadi sekitar 4-6 bulan.
“Padahal saya baru dari Bali, ada kongres besar tentang tuberkulosis. Diuji dengan tuberkulosis, obatnya bisa dikurangi menjadi satu bulan. Jadi orang bisa menyelesaikannya. “Karena terkadang penderita TBC berharap untuk minum obat,” ujarnya.
Selain peningkatan jumlah kasus TBC baru di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi mengatakan pihaknya saat ini sedang terlibat dalam proses uji klinis vaksin TBC baru. Vaksin ini diharapkan dapat digunakan di masyarakat pada tahun 2029.
Percepatan pemberantasan TBC saat ini menjadi salah satu program Quick Win Presiden Prabowo. Kementerian Kesehatan bahkan mendapat anggaran khusus sebesar Rp8 triliun untuk pengobatan tuberkulosis. Simak videonya: “Video: Menkes Ceritakan Stigma Penyakit Menular di RI” (avk/kna)