Jakarta –
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, 2024 III. Perusahaan merilis Indeks Bisnis UMKM triwulanan pada Senin (4/11). Publikasi ini menunjukkan lapangan kerja UMKM pada triwulan III tahun 2024 II mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya tahun 2024, indeks lapangan kerja UMKM sebesar 102,6 atau lebih rendah yaitu 109,9.
Direktur Bisnis Mikro BRI Subari mengatakan, Indeks Ketenagakerjaan UMKM masih berada di angka 102,6 (di atas 100) pada Q3 2024, yang berarti pertumbuhan lapangan kerja UMKM masih terus berlanjut.
Kegiatan sosial yang kembali normal pasca hari raya keagamaan nasional (HBKN) seperti Idul Fitri, Waisak, dan Idul Adha didukung dengan libur sekolah, peningkatan panen hasil kebun, kegiatan kenegaraan, dan proyek khusus. Meningkatnya Subari, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/11/2024), menjelaskan banyak peristiwa partai (perkawinan) dan kegiatan partai politik di penghujung tahun dan “mengarah ke pilkada”.
Namun, pertumbuhan lapangan kerja UMKM melambat pada Q3 FY24 dibandingkan kuartal sebelumnya dan Indeks Pekerjaan UMKM turun dari 109,9 menjadi 102,6.
“Penurunan ini disebabkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, normalisasi permintaan pasca perayaan HBKN, normalisasi produksi pertanian pasca panen, kenaikan harga input dan meningkatnya persaingan.”
Subari menjelaskan, lima komponen indeks bisnis UMKM mendapat nilai di atas 100, sedangkan tiga komponen lainnya turun di bawah 100. Indeks yang rendah terjadi pada komponen volume produksi/penjualan (indeks 94.1) dan komponen nilai penjualan (indeks 94.1). kode relevan 96.1) dan komponen pemanfaatan tenaga kerja (sesuai kode 99.2). Normalisasi permintaan barang dan jasa pasca HBKN, penurunan produksi pangan pascapanen, dan kenaikan harga input menyebabkan penurunan volume produksi dan penjualan UMKM. Meskipun terjadi peningkatan harga jual rata-rata, penurunan produksi/volume penjualan yang signifikan juga menurunkan nilai penjualan.
Menjelang musim tanam tanaman pangan dan perayaan Natal, pesanan dan pasokan input masih meningkat (indeks relevan di atas 100), namun peningkatan ini lebih lambat dibandingkan triwulan II tahun 2024. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kesempatan kerja dan harga input yang tidak seoptimis triwulan sebelumnya.
Di sisi lain, seiring dengan penurunan produksi, stok produk jadi terus meningkat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya pada kuartal sebelumnya. Di sisi lain, kegiatan investasi juga melambat karena keterbatasan dana, dan sebagian dana tersebut terpakai karena kenaikan harga input.
Dari segi industri, pertumbuhan lapangan kerja UMKM sebagian besar melambat pada Q3 2024. Banyak sektor usaha seperti sektor pertanian serta sektor hotel dan restoran juga ikut terkontraksi. Aktivitas sektor pertanian juga menurun pada Triwulan ke-2 tahun 2024 menyusul terjadinya panen raya tanaman pangan dalam jumlah besar dan cuaca kering di banyak wilayah. Sektor hotel dan restoran juga mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya pasca HBKN dan libur sekolah sehingga menurunkan permintaan jasa akomodasi secara signifikan.
Sementara itu, industri pertambangan masih terus melakukan ekspansi sebagai respons terhadap iklim yang lebih kering sehingga menguntungkan industri, khususnya air bersih untuk kegiatan penambangan pasir dan konstruksi. Pertumbuhan sektor industri, perdagangan dan transportasi terutama didukung oleh rata-rata harga jual dan peningkatan permintaan; Angka tersebut masih relatif kuat bahkan setelah aktivitas kerja dan sekolah kembali normal setelah HBKN. Namun, ekspansi usaha di sektor-sektor tersebut melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan dengan banyaknya pesta seperti pernikahan dan meningkatnya aktivitas partai politik menjelang pilkada, aktivitas sektor jasa juga meningkat. Indeks pekerjaan tertinggi terjadi pada sektor konstruksi (indeks setara 116,3); Hal ini didukung oleh peningkatan aktivitas proyek pemerintah dan swasta di akhir tahun serta kondisi cuaca yang mendukung.
Pada Q4 2024, para pelaku UMKM optimis terhadap ekspansi usaha ke depan yang tercermin dari Indeks Prospek Usaha UMKM sebesar 122,3. Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, penurunan tingkat Indeks Ekspektasi Dunia Usaha pada triwulan III tahun 2024 menunjukkan laju aktivitas dunia usaha yang lebih moderat. Penyebab utama hilangnya kepercayaan tersebut adalah melemahnya daya beli masyarakat, meningkatnya persaingan, dan mulainya musim tanam tanaman pangan. Sejalan dengan melambatnya kegiatan usaha UMKM, kepercayaan masyarakat usaha UMKM terhadap perekonomian dan dunia usaha pada umumnya juga menurun. Hal ini tercermin dari Indeks Sentimen Bisnis UMKM (ISB) Q3 2024 sebesar 115,1. Komponen indeks situasi saat ini (ISS) turun -7,5 poin menjadi 94,1, dan indeks ekspektasi (IE) turun -4,0 poin menjadi 136,0. Pada Q3 2024, ISS melemah di bawah level 100 seiring dengan melambatnya ekspansi bisnis UMKM.
Seiring dengan lambatnya pertumbuhan bisnis dan buruknya sentimen di kalangan pengusaha UMKM, penilaian terhadap UMKM juga menurunkan kemampuan pemerintah dalam menjalankan fungsi intinya. Hal ini tercermin dari Indeks Kepercayaan Pelaku UMKM di Negeri (IKP) Q3 FY24 yang melemah -4,6 poin (setara dengan indeks 125,9).
Dilihat dari komponen penyusunnya, hampir seluruh komponen IKP pada triwulan III 2024 melemah dibandingkan triwulan sebelumnya. Para pedagang UMKM menilai kemampuan pemerintah menciptakan rasa aman dan damai (indeks 144.2) dan kemampuan pemerintah menyediakan dan memelihara infrastruktur (indeks 138.2) sangat tinggi. Sementara itu, pelaku UMKM menilai kemampuan pemerintah dalam menstabilkan harga barang dan jasa sangat rendah (sesuai indeks 110,5).
“Hal ini tampaknya terkait dengan harga barang input yang terus meningkat sehingga menggerus profitabilitas usaha sehingga dianggap terlalu memberatkan sebagian pelaku usaha UMKM,” kata Subari.
Sebagai informasi survei, Survei Kegiatan Usaha dan Sentimen Usaha UMKM BRI mencakup sampel sebanyak 7.084 lebih responden UMKM yang tersebar di seluruh sektor ekonomi dan 33 provinsi. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan stratified sistematik random sampling yang mewakili sektor usaha, provinsi dan ukuran usaha.
Survei dilakukan oleh BRI Research antara tanggal 20 September 2024 hingga 02 Oktober 2024. Wawancara dilakukan melalui telepon dengan kontrol kualitas yang ketat untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan valid dan dapat diandalkan.
Informasi yang dikumpulkan dalam survei ini adalah persepsi pelaku usaha UMKM terhadap pertumbuhan dan prospek perekonomian secara umum, sektor usaha responden, serta pertumbuhan dan proyeksi kinerja usaha responden. Informasi tersebut digunakan untuk menyusun Indeks Bisnis UMKM (IB), Indeks Sentimen Bisnis (ISB), dan Indeks Kepercayaan Pelaku Usaha UMKM (IKP) bagi pemerintah.
Indeks-indeks ini melengkapi indeks serupa yang disusun oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Selain itu, informasi mengenai kondisi usaha responden serta early warning system (EWS) mengenai kelangsungan usaha peminjam UMKM juga dikumpulkan untuk keperluan pemantauan.
Dalam survei ini, partisipan menjawab serangkaian pertanyaan, dan untuk setiap pertanyaan responden dapat memberikan respon positif (lebih tinggi atau lebih baik), respon negatif (lebih rendah atau lebih buruk), dan respon netral (gerakan sama atau tidak sama sekali). Indeks prevalensi dihitung dari selisih persentase tanggapan positif dan persentase tanggapan negatif dari 100. Dalam hal ini, jawaban netral tidak diperhitungkan.
Nilai median indeks prevalensi adalah 100, dan rentang indeks prevalensi adalah nol hingga 200. Jika semua peserta memberikan tanggapan negatif, indeks prevalensinya nol. Sebaliknya jika seluruh partisipan memberikan respon positif maka indeks prevalensinya adalah 200.
Indeks prevalensi lebih dari 100 menunjukkan bahwa jumlah tanggapan positif lebih banyak daripada tanggapan negatif. Sebaliknya, indeks prevalensi di bawah 100 menunjukkan lebih banyak tanggapan negatif dibandingkan tanggapan positif. Tonton video “Jokowi Puji PRI Pembiayaan UMKM: Sebelumnya Dikelola oleh Rentenir dan Bank Tanah” (ega/ega)