Tasikamalai –
Tiga pendaki asal Tasikmalaya hilang kontak saat melakukan ekspedisi pendakian Gunung Balez di Luvu Utara, Sulawesi Selatan. Ketiganya bukan sembarang orang, berikut profilnya:
Ketiga pendaki tersebut dianggap sebagai pendaki ulung di kalangan pecinta alam di Tasikmalaya. Tiga di antaranya merupakan senior di komunitasnya, yakni Jarambah QC Tasikmalaya.
Berikut profil ketiga pendaki yang dihimpun dari berbagai sumber termasuk dokumen Trip Operation Plan (ROP): 1. Tantan Trayanasputra
Pria berusia 56 tahun itu lahir di Tasikmalaya, namun tercatat sebagai warga Kecamatan Tantan Malati, Kabupaten Slayman, Yogyakarta. Nama Tanto adalah Avem Rimba. Tahukah Anda kalau nama Jungle seperti sebuah julukan di kalangan pecinta alam.
Di komunitas Jarambah QC, Tantan Avem tercatat sebagai anggota Rain Bayou angkatan 1984. Dari informasi tersebut terlihat jelas bahwa Tanton Avem sudah lama berkecimpung di dunia pecinta alam dan pendaki. Maman Parmana
Mama berusia 49 tahun dan terdaftar sebagai warga Desa Sambongjaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Nama hutan mama adalah Laneng. Di komunitas Jarambah QC, Maman Laneng juga tergolong lanjut usia, ia berasal dari golongan Barak lama, 1994.3. Eudiana
Pria berusia 46 tahun ini tercatat sebagai warga Desa Sumelap, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya. Nama hutan Yudiana adalah Mindo.
Meski menjadi yang termuda di tim ini, Yudiana Mindo terbilang senior. Yudiana Mindo di komunitas Jarambah QC terdaftar pada tahun 2004 dalam kategori Karang Merang.
Trio pendaki senior Jarambah QC Tasikmalaya memulai ekspedisi pada tanggal 6 November yang diberi nama “Jarambah QC Iwako Korou’24, Toelangi – Balese – Kabentonu”.
Dalam kegiatan yang bertajuk “Jarambah QC Iwako Korou’24” ini kami memaparkan Trip Operational Plan (ROP) pendakian Gunung Toalangi (3.016 mas), Gunung Balez (2.894 mas) dan Gunung Kabentonu (2.886 mas) di Pegunungan Korou di wilayah Selatan Utara. Provinsi Sulawesi,” tulis tim dalam ROP yang telah mereka persiapkan sebelum ekspedisi.
Dari catatan terlihat jelas bahwa ekspedisi atau pendakian yang mereka lakukan adalah menemukan atau mencapai tiga puncak gunung di Karoo.
Ekspedisi ini bisa dikatakan tidak main-main, karena rencananya mereka akan melakukan pendakian dan penjelajahan selama 10-11 hari.
Berdasarkan rute (rencana perjalanan) yang disiapkan mereka, mereka berangkat dari Tasikmalaya pada 6 November. Mereka kemudian memulai pendakian pada hari Jumat tanggal 8 November, kemudian pada hari Senin tanggal 18 November menuju Basecamp Miliu, yang berarti mereka harus menyelesaikan ekspedisinya.
Namun kenyataannya, ekspedisinya terlambat dari jadwal. Hingga Minggu (24/11/2024), keberadaan mereka belum diketahui, komunikasi terputus, dan para pecinta alam khawatir.
Rekan pecinta alam resah dengan hilangnya tiga pendaki asal Tasikmalaya. Pencinta alam Bani Saibani yang satu angkatan dengan ketiga pendaki itu mengaku khawatir dan tak henti-hentinya memanjatkan doa.
Dibalik keresahannya tersebut, Bani mengaku tetap optimis dengan kondisi ketiga temannya. Sebagai pendaki senior, ketiganya diyakini mampu bertahan di Gunung Belle.
“Mereka semua sudah lanjut usia, kemampuan bertahan hidup mereka sangat baik. Kami berharap mereka bisa bertahan,” kata Bani.
Selain itu, indikator lain yang membuat Bani optimis adalah ketersediaan peralatan dan perbekalan yang diperkirakan memadai.
Bani mengatakan, “Kalau dilihat dari video terakhir yang mereka kirim, mereka diserang lebah atau nyamuk, tapi mereka berhasil bertahan dengan membawa pakaian pelindung. Jadi persiapannya bagus, kita berharap mereka selamat.”
——-
Artikel ini dimuat di ANBALI NEWSJabar.
Lihat juga video “Gadis SMK yang Hilang Akhirnya Menemukan Ibunya di Gunung Slamet”:
(wsw/wsw)