Jakarta –
Polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya, seperti Tangerang, akhir-akhir ini dinilai buruk. Bahkan, berdasarkan data IQ Air, indeks kualitas udara DKI di Tangerang mencapai lebih dari 200 atau sangat buruk pada Minggu (17/11/2024).
Indeks kualitas udara pada Rabu (20/11) juga terdeteksi di atas 100 atau tidak sehat bagi kelompok sensitif di DKI Jakarta pada pukul 09.00. Konsentrasi polutan utama atau PM2.5 (partikel di udara) di Jakarta saat ini 5,6 kali lipat dari nilai pedoman kualitas udara tahunan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tidak dapat dipungkiri, polusi udara dapat memberikan dampak negatif, terutama terhadap gangguan kesehatan. Sebutkan penyakit pernafasan, seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Oleh Prof. Dr. Dr. Arto Yuwono Soeroto. SpPD K-P, Finasim, FCCP, polusi udara merupakan salah satu faktor utama penyebab PPOK.
“PPOK adalah suatu kondisi paru-paru yang disebabkan oleh kerusakan pada saluran pernafasan atau bagian lain dari paru-paru,” tambahnya dalam jumpa pers, Rabu (20/11/2024).
Prof. Arto mengatakan, kerusakan paru-paru akan menghambat pernapasan dan menyebabkan pasien kesulitan bernapas atau sesak napas. Selain itu, PPOK juga membuat penderitanya mudah lelah, sesak napas, bahkan batuk berdahak.
Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Dr. Siti Nadia Tarmizi juga mengatakan, polusi udara buruk seperti yang terjadi di Jakarta bisa menyebabkan masyarakat terkena PPOK. Oleh karena itu, dia meminta masyarakat selalu memakai masker saat keluar rumah.
Mereka juga merekomendasikan untuk membaca indeks kualitas udara jika Anda berencana bepergian atau berolahraga di luar ruangan.
“Kami rajin membaca indeks kualitas udara. Kurangi aktivitas di luar ruangan jika indeks kualitas udara kurang baik. Jika ingin berolahraga, pilihlah tempat yang banyak pepohonan agar bisa menghirup udara segar,” lanjutnya.
Lihat juga: Simak video “Video: Kemenkes dorong pengurangan paparan polusi udara” (suc/kna)