Jakarta –
Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 mendapat penolakan keras di media sosial. Penolakan itu terungkap dalam beberapa pesan berlatar belakang biru yang memuat lambang Garuda.
Ekonom Yusuf Randi dari Economic (CORE) mengatakan langkah tersebut merupakan peringatan kepada masyarakat untuk membatalkan rencana PPN 12% pemerintah pada tahun 2025.
“Jika kita melihat pergerakannya, secara umum masyarakat tidak setuju dengan rencana pemerintah mengenakan PPN jenis baru ini dan saya rasa kekhawatiran atau protes masyarakat dalam bentuk baliho atau slogan di media sosial adalah hal yang beralasan.” ANBALI NEWS, Kamis (21/11/2024).
Menurut Yusuf, keputusan pemerintah mengenakan PPN sebesar 12% pada tahun 2025 tidak tepat. Sebab, menurut data terakhir Oktober 2024, banyak indikator terkait pelemahan daya beli masyarakat yang disebut relatif masih terjadi.
“Persepsi masyarakat jika kebijakan ini diterapkan awal tahun depan maka beban yang mereka tanggung akan semakin besar. Padahal, beban yang mereka hadapi tahun ini tidak berkurang dan juga bertambah karena keadaan. Terkait dengan dalil daya beli masyarakat yang menurun, jelas Yusuf.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan kembali rencana penerapan PPN 12% pada tahun 2025. Setidaknya kebijakan ini bisa ditunda hingga lebih tepat untuk diterapkan.
Berdasarkan masukan dan persepsi masyarakat, menurut saya, setidaknya pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencananya sehingga rencana kebijakan baru yang menargetkan PPN ini setidaknya ditunda hingga langkahnya lebih sesuai bagi pemerintah. Saya mengkajinya. katanya.
Senada, Direktur Eksekutif Center for Economic and Legal Studies (CELIOS) Bhima Yudhisthir mengatakan, pemerintah akan segera merespons dengan membatalkan rencana PPN 12% pada 2025. Harus segera dibatalkan. Bhima mengatakan, kelesuan ekonomi bisa saja terjadi dengan adanya tarif lainnya.
Bhima mengatakan, kebijakan PPN 12% akan melemahkan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Akhirnya, pelaku usaha akan terdampak dan bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri ritel dan pengolahan.
Ia mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% karena akan mengancam pertumbuhan ekonomi yang menjadi penyumbang utama konsumsi rumah tangga.
Lihat juga video: PPN akan naik menjadi 12%, yang membuat Anda khawatir
(acd/acd)