Jakarta –
Garis tersebut merupakan julukan proyek besar yang dibuat oleh Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud. Dia mengumumkan proyek ini pada Januari 2021.
Berbeda dengan kota melingkar, proyek ini menciptakan kota bujursangkar sepanjang 170 km, seperti dirangkum mekanik populer ANBALI NEWSine.
Kota ini dibangun di Laut Merah di Arab Saudi dengan kapasitas 9 juta orang. Penghuni akan dilayani oleh kereta berkecepatan tinggi yang menempuh perjalanan dari satu ujung kota ke ujung lainnya dalam waktu 20 menit. Oleh karena itu, warga tidak membutuhkan mobil.
Meskipun konsep ini mungkin terdengar seperti film fiksi ilmiah, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh The Complexity Science Hub mengungkapkan beberapa masalah serius yang dapat muncul ketika merencanakan sebuah kota.
Dalam artikel yang diterbitkan Juni lalu di jurnal NPJ Urban Sustainability, para peneliti memperingatkan bahwa The Line bisa menjadi mimpi buruk bagi penghuninya.
Jika 9 juta orang tersebar merata di seluruh kota, maka sekitar 53.000 orang akan tinggal di setiap kilometer kota, menurut para peneliti.
“Jika dua warga dipilih secara acak, jarak mereka rata-rata adalah 57 km. Meskipun garis tersebut merupakan 2% dari wilayah Johannesburg, namun dua orang yang dipilih secara acak di kota tersebut hanya akan berjarak 33 km,” tulis peneliti. kertasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun antrean secara vertikal mungkin lebih ketat, jarak antar penghuni mungkin lebih besar secara horizontal, sehingga dapat meningkatkan ketidaknyamanan masyarakat.
Sebagai alternatif, peneliti mengusulkan desain kota berbentuk lingkaran yang mereka sebut lingkaran. Kota ini juga dirancang untuk menampung 9 juta orang, namun dalam bentuk terpusat dan luas sesuai dengan The Line.
Dengan desain ini maka jarak antar warga bisa lebih terkontrol, dimana rata-rata jarak antara dua orang secara acak adalah sekitar 3 km. Dalam model melingkar, warga dapat menjelajahi dua pertiga kota dengan berjalan kaki mudah sejauh 2 km.
“25% kota bisa dijelajahi dengan berjalan kaki, 66% kota bisa dijelajahi dengan jarak 2 km lagi,” imbuhnya.
Secara matematis, desain Circle lebih efisien dan praktis dibandingkan The Line. Selain itu, makalah ini menyoroti beberapa permasalahan praktis yang mungkin timbul jika kereta api berkecepatan tinggi, yang merupakan tulang punggung mobilitas perkotaan, terganggu.
Dalam hal ini, seluruh sistem transportasi kota bisa terganggu, yang tentunya akan berdampak pada kehidupan sehari-hari warga. Meskipun kritik ini kuat secara teori, mengingat dimulainya pembangunan perkotaan, nampaknya tren tersebut akan terus berlanjut.
Baik secara arsitektural maupun konseptual, kota ini mempunyai daya tarik yang mencolok sebagai sebuah proyek ambisius yang mampu mengubah wajah kehidupan perkotaan di masa depan. Pembangunan The Line mungkin mengabaikan pertimbangan matematis dan praktis yang dirumuskan oleh para ilmuwan, namun hal ini tidak mengurangi pesona kota, simbol masa depan kota pintar bebas mobil.
Nantinya, kita akan melihat apakah desain ini dapat mengatasi permasalahan yang ada atau menjadi pelajaran bagi proyek perkotaan futuristik lainnya.
*Artikel ini ditulis oleh Dita Alicia Armadani, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka deticcom. Tonton Video Momen Marcelino Brace Indonesia Bikin Arab Saudi (vmp/vmp)