Jakarta –
Pengusaha dan pekerja mempertanyakan perhitungan yang digunakan untuk menetapkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen pada tahun 2025. UMP 2025 diumumkan secara langsung oleh Presiden Prabowo Subanto pada Jumat (29/11) lalu di Istana Kepresidenan Jakarta.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan sejauh ini belum ada penjelasan komprehensif mengenai cara penghitungan kenaikan UMP 2025, apalagi memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, persaingan dunia usaha, dan kondisi perekonomian sebenarnya. .
“Cara penghitungannya penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha. Klarifikasi penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 juga perlu dilakukan dunia usaha. Shinta Kamdani, Ketua Umum Apindu dalam keterangan E. Katabi, dikutip Minggu (1/12/2024), mengatakan: “Sikap masa depan terhadap ketidakpastian kebijakan upah terus berlanjut.”
Shinta mengatakan kenaikan UMP yang signifikan ini berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.
“Kami mendorong pemerintah untuk memberikan penjelasan yang lebih detail atas dasar penetapan kenaikan UMP ini dan mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tambah Shinta.
Bob Azam, Kepala Bagian Sumber Daya Manusia Apindo, menyayangkan tidak adanya masukan dari dunia usaha saat kebijakan tersebut dirumuskan. Menurut dia, Apindu telah berpartisipasi aktif dan intensif dalam pembahasan penetapan kebijakan upah minimum.
Ia mengatakan: Kita telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai statistik perekonomian, daya saing dunia usaha, dan produktivitas tenaga kerja, namun tampaknya masukan dari dunia usaha sebagai pelaku utama yang melakukan kegiatan perekonomian tidak diperhitungkan dalam pengambilan keputusan. -pembuatan. . Bob
Apa kata para pekerja? Periksa halaman berikutnya.
(Ada/Gbr.)