Jakarta –
PT Idovin Aquaculture International sangat mengapresiasi hasil penelitian Pusat Kajian Komunikasi, Media, Kebudayaan dan Sistem Informasi (Fikom Unpad), Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, yang menyatakan bahwa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) no. 7 Tahun 2024 tidak hanya menjaga ekosistem lobster, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi nyata bagi nelayan lokal. PT Idovin Aquaculture International merupakan salah satu perusahaan patungan Indonesia-Vietnam yang mendapat dukungan dari pemerintah.
“Penelitian ini membuktikan bahwa kebijakan yang diterapkan dengan pendekatan ilmiah dan partisipasi masyarakat mampu memberikan hasil nyata dalam hal kelestarian ekonomi dan lingkungan. Kami sangat mengapresiasi langkah ini sebagai landasan pembangunan perikanan Indonesia,” ujar juru bicara PT Idovin Akuakultur Internasional. Addina. Cresheilla dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11/2024).
Adinda mengatakan PT Idovin Aquaqulture International berkomitmen terhadap pengelolaan budidaya lobster secara berkelanjutan. Untuk itu, lanjut Adinda, kolaborasi yang erat antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat nelayan sangat penting.
“PT Idovin Aquaculture International akan terus bekerja sama dengan pemerintah dan berbagai pihak untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memajukan sektor perikanan Indonesia,” kata Adinda.
Riset yang dilakukan Fikom Unpad menunjukkan tiga keunggulan utama Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) No. Kebijakan 7 Tahun 2024 yang dialami nelayan. Pertama, peningkatan pendapatan yang signifikan karena akses yang lebih baik terhadap pasar dan regulasi harga yang adil. Kedua, menjaga populasi lobster, karena kebijakan ini menjamin kelestarian ekosistem laut Indonesia dengan menyeimbangkan antara eksploitasi dan konservasi. Terakhir, kemudahan akses benih, dimana regulasi memudahkan nelayan memperoleh benih lobster dengan harga terjangkau.
Berdasarkan cerita para nelayan yang kami temui, Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2024 dapat dikatakan menambah pendapatan mereka. Mereka mengetahui bahwa banyak benih lobster di laut yang akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Para nelayan juga memahami bahwa mereka perlu menangkapnya dengan bijak dan memperhatikan faktor konservasi lainnya,” kata Kunto Adi Wibowo, ketua tim peneliti Fikom Unpad.
Tim Fikom Unpad melakukan survei di tiga DAS BBL yakni Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melibatkan 400 responden. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka pada 19-10-2024 dan tingkat kesalahan atau margin of error sebesar 4,9% dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasilnya, 87,6% responden menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pengelolaan BBL. Hasil survei menunjukkan ada tiga hal utama yang membuat para pelaku lobster mendukung kebijakan tersebut, yakni peningkatan pendapatan, ketersediaan lobster di alam, dan kemudahan memperoleh benih.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Sukabumi, Sri Padmoko, mengatakan kebijakan budidaya lobster yang mengatur budidaya baik di dalam maupun luar negeri sudah tepat. Menurut Padmoko, kebijakan ini juga akan menguntungkan banyak pihak seperti pedagang alat tangkap, pengelola warung makan, dan pemerintah setempat.
“Kekhawatiran penangkapan ikan BBL dapat merusak lingkungan dapat diatasi dengan komitmen pelepasan 0,01 persen lobster budidaya ke alam,” kata Padmoko.
Saksikan juga videonya: Ecoriparian Leuwi Padjadjaran, Tempat Wisata Alternatif Warga Bandung
(prf/atau)