Ramai soal ‘Brain Rot’, Istilah Kekinian gegara Kecanduan Konten Receh di Medsos

Jakarta –

Belakangan ini ramai perbincangan di media sosial tentang istilah “busuk otak”. Istilah ini mengacu pada perasaan yang dialami setelah menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menelusuri media sosial.

Kegiatan tersebut dilakukan tanpa tujuan, tanpa memikirkan dan menikmati perubahan tambahan di jejaring sosial. Kata “busuk otak” telah menjadi kata pilihan Oxford atau kata Oxford tahun ini.

Menurut BBC, penggunaan kata tersebut akan meningkat sebesar 230% dari tahun 2023 hingga 2024. Apa itu “busuk otak”?

“Brain rot” adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perasaan apatis atau mati rasa yang dialami orang ketika mereka mengonsumsi terlalu banyak konten berkualitas rendah berulang kali.

“Ini adalah perasaan kelelahan mental atau kebosanan setelah menjelajahi media sosial, menonton pesta, atau terlibat dalam konten yang tidak menantang pikiran Anda,” jelas konsultan psikolog Dr. Elena, pendiri Chelsea Psychology Clinic seru. Toroni

Menurut Irish Examiner, istilah “busuk otak” pertama kali digunakan oleh penulis Amerika Henry David dalam “Walden” pada tahun 1854. Menurut Toroni, “kebusukan otak” menggambarkan pengalaman umum di dunia hiperdigital. Situasi ini membuat banyak orang merasa terpaku pada layar.

Dengan maraknya konten berdurasi pendek seperti TikTok dan Instagram Reels, serta meningkatnya waktu yang dihabiskan untuk online, istilah ini menjadi ada di mana-mana.

“Istilah ini juga mencerminkan meningkatnya kesadaran tentang bagaimana kebiasaan digital kita berdampak pada kejernihan mental dan kesejahteraan kita,” jelas Toroni.

Craig Jackson, profesor psikologi kesehatan kerja di Birmingham City University, mengatakan tidak ada perubahan fisik pada otak atau sistem saraf orang yang terlalu banyak terpapar media “busuk otak”. Namun, ini adalah perubahan kognitif dan perilaku.

Perubahan kognitif dan perilaku yang terjadi mencakup berbagai dampak negatif. Dampak tersebut antara lain menurunnya produktivitas, ketidakpuasan, bahkan perasaan bersalah karena membuang-buang waktu.

“Hal ini juga dapat memengaruhi kesehatan mental, menyebabkan stres, kecemasan, atau perasaan tidak memiliki tujuan dalam hidup. Seiring waktu, hal ini dapat membuat Anda sulit fokus pada aktivitas yang bermakna atau terhubung dengan pemikiran yang lebih dalam,” jelas Toroni. Mengatasi kemunduran otak

Ada beberapa cara untuk mengatasi “brain rot” atau “kebusukan otak” : 1. Tetapkan batasan.

Batasi akses media sosial dan lakukan secara disiplin. 2. Usahakan untuk membatasi penggunaan beberapa kali sehari dan dalam jangka waktu tertentu. Identifikasi kegiatan alternatif lainnya

Coba cari aktivitas alternatif untuk mengurangi scrolling media sosial. Misalnya membaca, membuat jurnal, atau mencoba hobi baru. sering berpindah-pindah

Toroni meyakini olahraga teratur merupakan cara efektif mengatasi kabut mental. Anda dapat melakukannya dengan berjalan-jalan di luar rumah untuk menjernihkan pikiran dan meningkatkan konsentrasi.4. detoks digital

Detoksifikasi digital dan berhenti menggunakan media sosial dapat mengubah cara pengguna memandang hubungan mereka dengan media sosial. 5. Sebisa mungkin jauhi jejaring sosial. Cobalah aktivitas yang meningkatkan otak

Cobalah melakukan aktivitas yang membuat otak Anda lebih kuat, seperti mempelajari keterampilan baru, memecahkan teka-teki, atau mengobrol dengan orang lain. Video: Mengapa Generasi Z sering mengeluh di tempat kerja? (Sao/Kaina)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top