Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlanga Hartarto membuka suara atas keputusan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025 sebesar 6,5% yang dipertanyakan pengusaha. Dasar ini disebut memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
UMP 2025 didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, kata Erlanga kepada wartawan saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Erlanga mengatakan, pemerintah juga telah mencermati struktur biaya di masing-masing sektor jika UMP pada tahun 2025 naik sebesar 6,5%. Hal ini menanggapi kekhawatiran pengusaha yang meyakini kenaikan tersebut tinggi dan berpotensi menyebabkan PHK.
“Tentu kita lihat dari biaya tenaga kerja, tergantung sektornya, kalau sektor padat karya itu sekitar 30%, bukan padat karya maka dampaknya biaya tenaga kerja di bawah 15%. Jadi pemerintah mengkaji kembali struktur biaya di masing-masing sektor,” katanya.
Airlanga mengaku bertemu dengan pengusaha dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Keputusan memecat seorang karyawan dianggap sebagai langkah terakhir bagi pemberi kerja.
“Ya tentu saja PHK adalah langkah terakhir bagi para pengusaha. Baru kemarin ada rapat Rapimnas Kadin, jadi jelas ke Rapimnas Kadin,” ujarnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku belum ada penjelasan komprehensif mengenai metodologi penghitungan kenaikan UMP tahun 2025, apalagi sudah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kinerja. perekonomian riil. situasi
“Metodologi perhitungan ini penting agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlangsungan dunia usaha. Penjelasan mengenai penetapan UMP 2025 juga diperlukan agar dunia usaha dapat mengambil sikap ke depan dalam menghadapi krisis. ketidakpastian kebijakan pengupahan saat ini,” kata Presiden Jenderal Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulisnya, Minggu (1/12).
Shinta menambahkan, kenaikan UMP yang signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.
“Kami mengajak pemerintah untuk memberikan penjelasan lebih detail mengenai dasar penetapan kenaikan UMP dan memperhatikan masukan dunia usaha untuk memastikan penerapan kebijakan tersebut efektif dan berkelanjutan,” tambah Shinta.
Kepala Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyayangkan masukan dunia usaha yang tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan tersebut. Menurut dia, Apindo ikut aktif dan intensif dalam pembahasan penetapan kebijakan upah minimum.
“Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta perekonomian, daya saing dunia usaha, dan produktivitas tenaga kerja. Namun masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama penggerak kegiatan perekonomian, nampaknya belum menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan,” jelas Bob. (acd/acd)