Jakarta –
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta pemerintah menunda kenaikan pajak penjualan (PPN) menjadi 12%. Sebelumnya, kebijakan ini rencananya mulai diterapkan pada 1 Januari 2025.
Direktur Kamar Dagang dan Industri Arsjad Rasjid menilai kebijakan tersebut patut ditolak mengingat berbagai perubahan dan permasalahan yang terjadi di Indonesia belakangan ini.
“Kami mendukung penundaan PPN 12%. Pertama-tama, mengingat situasi, kondisi yang ada. Kami minta pemerintah menolaknya,” kata Arsjad, dalam jumpa pers di Hotel Pullman Central Park, Jakarta, Jumat (28/11/2024).
Ada kebijakan menaikkan PPN menjadi 12% dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, kondisi Indonesia dan dunia saat ini sangat berbeda ketika kebijakan tersebut ditetapkan 3 tahun sekali yang lalu.
“Sekarang dengan kondisi perekonomian dunia, geopolitik dan situasi saat ini dengan kondisi saat itu, apa yang terjadi di luar, Amerika Serikat (AS) yang disebut daya beli sudah turun,” ujarnya.
Usulan penundaan PPN sebesar 12% ini diajukan mengingat dampak kenaikannya terhadap konsumen. Dampaknya, penggunaan gedung bisa berkurang sehingga berdampak pada dunia usaha dan perekonomian masyarakat setempat.
“PPN menjangkau konsumen secara langsung dan berdampak langsung pada dunia usaha dan masyarakat. Oleh karena itu hal inilah yang perlu kita lindungi.
Penggunaan perumahan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia, yang persentasenya akan mencapai 54,53% pada kuartal II-2024. Oleh karena itu, Ersjad menilai pertumbuhan tersebut perlu dipertahankan.
Sementara itu, CEO Gabungan Nasional Kontraktor Konstruksi Indonesia (Gapansi) Andy Rockman Nordin menegaskan, Gapansi tidak hanya menyukai kenaikan PPN sebesar 1%, namun juga menyatakan penolakan tegas.
“Kami menolak. Peraturan pemerintah harus dilaksanakan, namun harus diperhatikan pelaksanaannya. Kami juga memahami bahwa kebijakan fiskal seperti menaikkan PPN merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, namun perlu memenuhi kebutuhan saat ini. kondisi perekonomian,” kata pemerintah Andy.
Ia sendiri mengaku juga memahami tujuan utama pemerintah untuk mencapai pertumbuhan negara hingga 8%. Namun, menurut dia, kenaikan PPN bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.
“Meningkatkan tarif PPN yang terkait langsung dengan harga peralatan produksi dan jasa akan meningkatkan total biaya proyek. Hal inilah yang akan dilakukan oleh para pengusaha khususnya UMKM. , kebanyakan bekerja dengan margin tipis,” ujarnya. (fdl/fdl)