Jakarta –
Orang yang sudah terinfeksi COVID-19 dan masih mengalami gejala enam bulan atau dua tahun kemudian, kecil kemungkinannya untuk pulih dari ‘long Covid’. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka mengalami keluhan ‘terus-menerus’ setelah terpapar.
Menurut Perpustakaan Kedokteran Nasional Institut Kesehatan Nasional AS (NIH/NLM dan Helio), fase Covid yang berkepanjangan ini dapat menyebabkan munculnya gangguan tidur, kognitif, sensorik, sakit kepala, dan gejala neurologis lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa dan wanita berusia antara 18 dan 64 tahun paling rentan terhadap kondisi ini. Apa yang dimaksud dengan kejadian COVID jangka panjang di Indonesia?
Ahli epidemiologi Dickie Budiman mengatakan para penyintas COVID-19 yang tidak divaksinasi sangat rentan terhadap kondisi ini.
“Penelitian menunjukkan mayoritas orang yang baru pertama kali tertular Covid-19 memiliki peluang kecil atau bahkan tidak sama sekali untuk mendapatkan vaksinasi,” ujarnya kepada ANBALI NEWS, Jumat (22/11/20240).
“Peluang jangka panjang tertular COVID-19 sangat rendah bagi mereka yang sudah divaksinasi jika mereka terinfeksi sejak dini,” lanjutnya.
Dickey menambahkan, tren ini menjadi permasalahan banyak negara, termasuk Indonesia.
“Itu terjadi di semua negara termasuk Indonesia. Di Indonesia itu hanya data, tapi di sekitar kita, di keluarga kita sendiri, kita mudah melihat sakit, sebelum saya lanjut, sekarang. Saya capek sekali, misalnya,” kata Lemah.
Bukti lain menunjukkan bahwa tingginya jumlah kasus COVID yang berkepanjangan dikaitkan dengan peningkatan penyakit Alzheimer, termasuk di kalangan dewasa muda. Beberapa penelitian menunjukkan dampak COVID-19 terhadap penyakit Alzheimer.
“Itu termasuk yang baru sekali terpapar, atau yang sudah terpapar berkali-kali. Kalau parah, terkait dengan kejadian jantung dan saraf yang sedang meningkat,” tutupnya. Tonton video “Video: Inovasi mesin PCR diuji untuk diagnosis TBC” (dpy/suc)