Jakarta –
Antara November 2023 hingga Oktober 2024, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengambilan sampel dan pengujian produk kosmetik yang beredar, termasuk media online.
Berdasarkan temuan tersebut, Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan sekitar 55 produk kosmetik mengandung bahan terlarang dan/atau berbahaya.
Temuan tersebut terdiri dari 35 produk kosmetik yang diproduksi berdasarkan kontrak manufaktur, 6 produk kosmetik yang diproduksi dan didistribusikan oleh industri kosmetik, dan 14 produk kosmetik impor yang terdapat pada kosmetik.
Produk kosmetik yang mengandung bahan terlarang dan/atau berbahaya telah diambil sampelnya dan dinyatakan positif: merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, pewarna merah K3, pewarna merah K10, pewarna asam kuning 7, dan timbal.
Penggunaan kosmetika yang mengandung bahan terlarang dan/atau bahan berbahaya dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen. Efek berikut: Merkuri dapat menyebabkan perubahan warna kulit (okronosis), alergi, iritasi kulit, sakit kepala, diare, muntah, dan kerusakan ginjal. dan asam jeruk) bersifat karsinogenik atau penyebab kanker dan dapat merusak hati. Kehadiran timbal dalam kosmetik dapat mengganggu fungsi organ dan sistem tubuh.
“Untuk produk kosmetik yang mengandung bahan terlarang dan/atau berbahaya, BPOM telah mencabut izin edar dan menerapkan penghentian sementara kegiatan operasional (PSK), termasuk penghentian kegiatan produksi, distribusi, dan impor. Selain itu, teknis BPOM melalui 76 unit pelaksana di seluruh wilayah. Indonesia (UPT) menguasai produksi, distribusi, dan media online,” jelas Taruna Ikrar.
“Selanjutnya BPOM juga melakukan penyidikan terhadap pembuatan, peredaran dan peredaran kosmetik yang mengandung bahan terlarang dan/atau bahan berbahaya, terutama kosmetik yang diproduksi oleh pihak yang tidak berwenang. Jika ditemukan tanda-tanda pidana maka proses penegakan keadilan akan dimulai. Demikian disampaikan penyidik Pegawai Negeri Sipil BPOM (PPNS) Taruna Ikrar.
Dengan adanya perubahan pola distribusi dan promosi kosmetik, BPOM juga memperkuat pengawasannya terhadap media online berdasarkan analisis risiko. BPOM telah melakukan patroli siber secara berkala untuk mencegah dan memantau praktik promosi kosmetik ilegal yang mengandung bahan terlarang dan/atau berbahaya di semua platform.
Hasil pengendalian ini diperkuat dengan fakta bahwa kosmetik mengandung bahan terlarang dan/atau bahan berbahaya yang sebagian besar beredar di Internet.
Selama periode pemantauan ini, sebanyak 53.688 tautan kosmetik ilegal telah direkomendasikan ke Kementerian Komunikasi dan Koneksi Digital dan Asosiasi Perdagangan Elektronik Indonesia (idEA) untuk pengurangan/penghapusan konten.
Badan usaha yang memproduksi atau mengedarkan obat dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu dapat dikenakan denda administratif dan tanggung jawab pidana.
Ketentuan Pasal 435 berlaku bagi pelanggar. Pasal 138 ayat (2) UU Kesehatan 17 Tahun 2023 memberikan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
“Saya tekankan kepada pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan kosmetika yang mengandung bahan terlarang dan/atau bahan berbahaya untuk segera mengeluarkan produknya dari peredaran dan memusnahkannya. Hasil penarikan produk tersebut sebaiknya dilaporkan kepada BPOM,” tegasnya. Kepala BPOM.
Berikutnya: Daftar produk kosmetik berbahaya
(suk/kna)