Banyak Warga Desa di Jepang Pindah ke Kota, Begini Cara biar Tak Terjadi di RI

Jakarta –

93% warga Jepang telah pindah dari Tokyo, Osaka, Kyoto, dan kota besar lainnya ke kota besar atau kecil. Banyak kota yang ditinggalkan meskipun memiliki potensi ekonomi yang baik.

Hal tersebut disampaikan Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam upaya memperkuat perkotaan sebagai pusat ekonomi baru. Hal ini dianggap penting untuk pemerataan pembangunan.

Dia menekankan perlunya memperkuat kota untuk menghindari urban sprawl. Pasalnya, ketika urbanisasi terjadi di Jepang dan Korea Selatan, maka menimbulkan permasalahan lain, seperti demografi yang tidak merata.

“Di Jepang, 93% penduduknya tinggal di kota, Tokyo, Osaka, Kyoto, kota-kota besar. Apa yang terjadi dengan urbanisasi? Desa-desa ditinggalkan padahal berpotensi berkontribusi terhadap pembangunan,” kata Tito. , Selasa. (09/10/2024).

Menurutnya, kota harus benar-benar menjadi pusat ekonomi yang dinamis demi pertumbuhan yang berkeadilan.

“Ini harus kita lakukan, jadikan kota-kota ini benar-benar menjadi pusat ekonomi yang dinamis. Jangan hanya mengandalkan lapangan kerja di kota. Kedua, kita berusaha, kita ingin tidak hanya masyarakat kotanya saja, tapi juga pembangunannya. Pembagiannya tidak hanya untuk membahagiakan masyarakat kota saja, ujarnya.

Pemberdayaan masyarakat sejalan dengan visi dan misi awal yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Dalam pemerintahannya, Jokowi menegaskan komitmennya membangun Indonesia dari luar, salah satunya adalah pemberdayaan masyarakat. Ato Tito mengatakan, kota dan kecamatan merupakan garda depan pembangunan dan mempunyai peran besar karena bersinggungan langsung dengan masyarakat.

“Pimpinan kota dan pengelola desalah yang langsung menangani permasalahan masyarakat, bertemu langsung dan mengetahui permasalahannya, bukan wali kota, bukan pengurusnya. Bukan menterinya.” Titus menjelaskan.

Ia menambahkan, pemerintah telah membuat beberapa program untuk pengembangan perkotaan. Hal ini ditegaskan pada tahun 2014 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 tentang Kemanusiaan atau (UU) Nomor 3 Tahun 2024. Menurut peraturan ini, kota menjadi bagian dari sistem pemerintahan, bukan sekedar kumpulan komunitas.

Kedua, organisasi diciptakan untuk kota dan daerah tertinggal. Ketiga, yang terpenting adalah memiliki anggaran kota.

Dengan bantuan yang diberikan pemerintah, kota ini berharap tidak hanya menjadi pusat ekonomi baru. Namun masyarakat mampu menciptakan lapangan kerja, berkontribusi terhadap pembangunan dan mendukung Visi Indonesia Emas 2045.

Untuk mewujudkan hal tersebut, pemimpin desa harus memiliki keterampilan yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan asli desa (PADes), termasuk berwirausaha.

“Pemimpin desa yang utama harus punya skill, pemimpin yang kuat, bukan sekedar pemimpin yang kuat. Pemimpin yang kuat punya wibawa, dia punya pengikut rakyat, tapi mau dibawa kemana (desa) Dia punya konsep.” . Dia menyimpulkan. (fdl/fdl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top