Jakarta-
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (PPOM) Taruna Igrer mengatakan, terdapat kejanggalan pasokan ketamine di fasilitas distribusi dan pelayanan kefarmasian di beberapa wilayah Indonesia. Siklus ini telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
“PPOM mengintensifkan pengawasan khusus atau peredaran ketamin. PPOM sedang mengkaji pelanggaran dan penyimpangan peredaran ketamin baik di fasilitas distribusi maupun pelayanan kefarmasian,” kata Taruna dalam jumpa pers, Jumat (6/12/2024).
Berdasarkan data BPOM RI, sebanyak 134.000 vial ketamine disalurkan ke fasilitas pelayanan obat melalui suntikan pada tahun 2022. Jumlah ini akan meningkat sebesar 75% mencapai 235 ribu vial pada tahun 2023.
Pasokan ketamin akan meningkat menjadi 440.000 vial pada tahun 2024, meningkat 87% dibandingkan tahun 2023. BPOM juga mencatat adanya peningkatan jumlah ketamin suntik yang didistribusikan ke apotek. Pada tahun 2024, total ketamin akan didistribusikan ke apotek sebanyak 152.000 vial.
Jumlah tersebut meningkat 246% dibandingkan tahun 2023 yang tercatat hanya 44.000 vial ketamine yang didistribusikan.
Selama tahun 2024, pengalihan pasokan ketamin suntik akan terjadi di 7 provinsi, yaitu Lampung, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, TI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Penyimpangan pasokan tertinggi terjadi di Provinsi Lampung dengan jumlah 5.840 vial ketamin. Sedangkan 3 provinsi lainnya yakni Bali (4.074 vial), Jawa Timur (3.338 vial), dan Jawa Barat (1.865 vial) lebih banyak.
Berdasarkan data pemantauan BPOM pada tahun 2022 hingga 2024, BPOM memetakan profil distribusi ketamin suntik.
Dari data tersebut, Bali menjadi wilayah distribusi dengan variasi paling banyak (lebih dari 100 ribu vial). Jawa Timur dan Jawa Barat berada pada siklus penyuntikan ketamin tertinggi (50.000 hingga 100.000 vial). Provinsi lain di Indonesia masuk dalam kategori sedang dan rendah yakni di bawah 50 ribu botol.
“Penjualan ketamin di apotek tidak diatur, karena apotek menyerahkan obat langsung kepada masyarakat dan menggunakannya tanpa pengawasan tenaga medis. Penyediaan obat keras harus dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Resep Medis Nomor 17 Tahun 2023. berkaitan dengan kesehatan,” kata Taruna.
Berikutnya: Apa itu Ketamin?
(Shak/Gna)