Jakarta –
Kanker payudara merupakan salah satu ancaman besar terhadap kesehatan perempuan di Indonesia, dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Oleh karena itu, pengobatan dalam melawan kanker payudara menggunakan terapi sistemik, yaitu kemoterapi, terapi target dan imunoterapi.
Kemoterapi adalah jenis terapi sistemik yang paling umum untuk kanker payudara. Terapi ini menggunakan obat-obatan yang menyebar ke seluruh tubuh, mencegah pertumbuhan dan pembelahan sel kanker. Kemoterapi bisa diberikan melalui infus, obat oral, atau terkadang melalui tulang belakang.
Namun, kemoterapi juga mempengaruhi sel-sel lain yang tumbuh cepat, seperti sel-sel di saluran pencernaan, saraf, dan sumsum tulang belakang yang memproduksi sel darah. Akibatnya, efek samping seperti rambut rontok, mual, muntah, kesemutan, demam, dan jumlah sel darah rendah sering terjadi setelah kemoterapi.
Mayapada Hospital Cancer Center menawarkan terapi sistemik termasuk kemoterapi, terapi target dan imunoterapi untuk memberikan perawatan komprehensif kepada pasien kanker payudara.
Prof. Dr. Noorwati Soetandyo, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Hematologi, Konsultan Onkologi Medis Mayapada Hospital Tangerang, menjelaskan pada dasarnya kemoterapi kanker payudara diberikan pada 3 kasus tertentu, yaitu neoadjuvan (sebelum operasi), adjuvan (setelah operasi) dan fase lanjut.
Menurut Prof. Noorwati, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk mengecilkan tumor kanker payudara yang terlalu besar sebelum operasi. Penilaian kanker membantu dokter mengetahui obat mana yang efektif untuk pasien.
“Kemoterapi neoadjuvan untuk kanker payudara stadium awal pada subtipe tertentu, seperti triple-negatif dan HER2-positif, dapat meningkatkan angka harapan hidup,” kata Prof. Nurvati dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/2/2024).
Prof. Nurwati menambahkan, setelah operasi pengangkatan tumor atau setelah mastektomi, diberikan kemoterapi adjuvan untuk membunuh sel kanker yang tersisa. Untuk kanker payudara stadium lanjut yang sudah menyebar (metastasis), kemoterapi merupakan pengobatan utama.
Tujuan utamanya adalah mengendalikan pertumbuhan sel kanker, mengurangi gejala, dan meningkatkan kualitas hidup pasien, tambahnya.
Dr. Vuljo Rajabto, dokter spesialis penyakit dalam, konsultan hematologi dan onkologi medik di RS Mayapada Jakarta Selatan, menjelaskan terapi bertarget bekerja dengan cara memblokir sinyal kimia secara spesifik di lokasi pertumbuhan dan pembelahan sel kanker.
Berbeda dengan kemoterapi yang berdampak pada seluruh tubuh. Hal ini memungkinkan terapi yang ditargetkan untuk membunuh sel kanker dengan lebih tepat.
Dalam praktiknya, pada kasus kanker payudara, terapi bertarget dapat dikombinasikan dengan kemoterapi, sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengobatan kanker pada pasien.
“Sederhananya, terapi bertarget ini langsung menyentuh inti sel kanker. Obat-obatan yang digunakan dalam terapi bertarget secara khusus menyasar sel-sel kanker sehingga efek obat tidak merusak sel-sel normal dan sehat. Efek samping dari terapi yang ditargetkan juga tidak separah efek samping kemoterapi, kata Dr. Vulio.
Imunoterapi adalah pengobatan sistemik untuk kanker payudara yang mengoptimalkan fungsi sel kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan sel kanker. Terapi ini biasanya dikombinasikan dengan kemoterapi untuk mengobati kanker payudara triple-negatif (TNBC), dimana terapi yang ditargetkan kurang efektif.
Dr Resthi Mulya Sari dari Mayapada Hospital Tangerang menjelaskan imunoterapi merupakan terapi sistemik baru yang menggunakan sel imun tubuh untuk menghambat perkembangan dan penyebaran sel kanker.
“Terapi ini meningkatkan kemampuan sel imun tubuh untuk melawan sel kanker dengan lebih efektif. “Efek samping yang dapat terjadi termasuk reaksi autoimun atau alergi, dimana sel-sel kekebalan tubuh bekerja secara berlebihan,” kata Dr. Liburan.
Pasien kanker payudara yang menjalani terapi sistemik atau jenis terapi lainnya mungkin mengalami berbagai efek samping. Dr. Resti menambahkan, pengobatan kanker payudara secara komprehensif, selain terapi sistemik, juga mencakup radioterapi dan pengobatan bedah dengan metode terkini.
Dr. Resti menganjurkan agar pasien kanker payudara memantau pengobatannya dengan cermat dan mengetahui cara mengelola efek samping pengobatan. Melawan kanker payudara tidaklah mudah karena ada banyak jenis perawatan yang mungkin perlu Anda jalani.
“Kita harus menjaga tubuh kita sendiri, dan jika ada masalah sebaiknya segera ke dokter, karena semakin dini kita mengetahui adanya sel kanker, semakin besar peluang untuk sembuh,” tambahnya.
Prof. Nurvati, Ph.D. Vuljo dan Dr. Resti adalah dokter spesialis yang berpengalaman bertahun-tahun dalam pengobatan kanker. Mereka saat ini berpraktik di Mayapada Oncology Center, sebuah fasilitas unggul yang menangani berbagai kasus kanker secara komprehensif, mulai dari pencegahan hingga terapi berkelanjutan.
Pusat kanker ini memenuhi standar internasional dan dilengkapi dengan Dewan Kanker yang menyediakan rencana perawatan yang tepat, serta tim Navigator Pasien berpengalaman yang mendampingi pasien selama menjalani perawatan.
Pusat Onkologi Mayapada Hospital kini diperkuat dengan Mayapada Breast Clinic di bangsal Mayapada Hospital, Jakarta Selatan. Klinik ini menyediakan layanan kesehatan payudara yang komprehensif, mulai dari deteksi dini, diagnosis, pengobatan kanker payudara, hingga perawatan pasca operasi.
Konsultasi awal dan skrining kanker payudara dapat dilakukan dengan membuat janji temu melalui MyCare Mayapada Hospital. MyCare memudahkan transaksi layanan dan mempercepat akses nomor antrian serta terhubung dengan berbagai metode pembayaran.
Informasi mengenai pengobatan kanker payudara di Mayapada Hospital Cancer Center tersedia di aplikasi MyCare melalui fitur Artikel dan Tips Kesehatan. Unduh MyCare dari Google Play Store atau App Store untuk kemudahan penggunaan dan dapatkan poin bonus saat pertama kali mendaftar.
(acn/ego)