PPN Rencana Naik 1% pada 2025, Bisa Geser Porsi PPh Badan?

Jakarta –

Pemerintah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% pada tahun 2025 menjadi 12% pada awal tahun 2025. Menteri Keuangan Shri Mulyani sebelumnya mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai tahun 2025 telah melalui diskusi panjang dengan pemerintah. DPR RI. Saat mengambil keputusan, semua indikator diperhitungkan; salah satunya berkaitan dengan kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (SPB).

“APBN harus tetap dijaga sehat dan tidak buta, namun di saat lain APBN harus operasional dan mampu merespon, misalnya saat krisis keuangan global, ketika pandemi (COVID-19) terjadi, kita punya APBN yang kita gunakan. , “katanya. . Rabu (13/11) Komisi XI DPR dalam rapat kerjanya dengan RI.

Sementara itu, Pengamat dan Direktur Eksekutif Pratama-Creston Tax Institute Prianto Budi Saptono menilai kenaikan tarif PPN merupakan langkah maju untuk mengalihkan sebagian penerimaan pajak dari PPh (Pajak Penghasilan) menjadi PPN.

Ia mengatakan salah satu tren kebijakan perpajakan dunia saat ini adalah pengurangan pajak korporasi. Tujuannya untuk menarik investasi asing. Namun akibatnya terjadi persaingan pajak dalam tarif pajak perusahaan. Salah satu bentuknya adalah pemberian tax holiday. Istilah yang sering digunakan adalah “berlomba ke bawah”; Banyak negara berlomba-lomba menurunkan tarif pajak penghasilan badan.

Selain itu, sistem PPh telah meningkatkan praktik perencanaan pajak yang agresif atau dikenal dengan penghindaran pajak atau perlindungan pajak.

Baru-baru ini dalam perbincangan dengan ANBALI NEWS, Prianto mengatakan, “untuk mengatasi dua fenomena di atas (race to the bottom dan perencanaan pajak yang agresif), banyak negara (termasuk Indonesia) yang mulai mengubah basis pajak utamanya menjadi PPN.”

Ia menjelaskan penerapan PPN lebih sederhana dan risiko praktik penghindaran pajak jauh lebih rendah. Artinya tarif pajak diterapkan langsung pada nilai transaksi.

Oleh karena itu, tujuan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai dan perluasan objek pajak pertambahan nilai adalah untuk menggantikan tren penurunan penerimaan pajak badan. Salah satu tren kebijakan perpajakan dunia saat ini adalah menurunkan tarif pajak badan. Tujuannya untuk menarik investasi asing,” jelas Prianto.

Oleh karena itu, tujuan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai dan perluasan objek pajak pertambahan nilai adalah untuk menghilangkan kecenderungan penurunan penerimaan pajak badan, tegasnya.

Sebagai informasi, hingga Agustus 2024, badan usaha korporasi mengalami penurunan sebesar Rp 212,7 triliun atau 32,1 persen. Pajak badan sebesar 17,8% dari total penerimaan pajak hingga Agustus 2024. Pajak badan merupakan sumber penerimaan terbesar kedua setelah pajak pertambahan nilai, yaitu sebesar 23%.

Pada Oktober 2024, Kementerian Keuangan melaporkan PPH nonmigas sebesar Rp810,76 triliun atau 76,24% dari rencana. Penjualan ini mengalami penurunan sebesar 3,12% dibandingkan tahun lalu. Tekanan yang dialami PPH nonmigas disebabkan menurunnya penerimaan pajak penghasilan badan.

Namun selain PPh badan, kinerja penerimaan lainnya lebih jelas dibandingkan PPh nonmigas sehingga meningkatkan capaian secara keseluruhan. Bahkan ada yang mencapai dua digit, antara lain PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 , PPh OP. dan PPh terakhir,” tulis Kementerian Keuangan.

Di sisi lain, PPN dan PPnBM menunjukkan pertumbuhan positif baik pendapatan bersih maupun total. Total penerimaan kelompok pajak ini mencapai Rp620,42 triliun atau 76,47% dari rencana atau meningkat 3,52% secara tahunan.

“Pemulihan indikator gabungan pajak pertambahan nilai dan PPnBM disebabkan oleh peningkatan PPN dalam negeri dan PPN impor yang signifikan, sementara pertumbuhan tingkat pengembalian perlahan melambat,” kata Kementerian Keuangan.

Sekadar informasi, pemerintah telah memastikan kenaikan PPN dari 1% menjadi 12% akan resmi diterapkan pada tahun 2025. Namun, ada beberapa area yang terdapat pengecualian.

Daftar barang dan jasa yang dibebaskan PPN 12%.

Sesuai UU HES 2021 dan PMK No. 116/PMK.010/2017, terdapat jenis barang yang tidak dikenakan pajak 12%, barang perseorangan terbagi dalam beberapa kategori. Berikut daftar barang dan jasa yang dibebaskan PPN 12%.

Makanan

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, kantin, toko, dan sejenisnya termasuk makanan dan minuman baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang disediakan oleh penyedia jasa. Makanan atau makanan yang disediakan dikenakan pajak dan biaya daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah didistribusikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidangnya.

Uang

Hal ini ditujukan untuk uang, emas batangan, cadangan mata uang dan surat berharga negara.

Melayani

Layanan keagamaan

Bakti sosial

Jasa keuangan

Layanan asuransi

Layanan pendidikan

Layanan tenaga kerja

Jasa kesenian dan hiburan, termasuk jasa yang dilakukan oleh tenaga kesenian dan hiburan, dikenakan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.

Jasa perhotelan, termasuk jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan kamar di hotel, yang dikenakan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan bea daerah.

Secara umum pelayanan negara dalam lingkup administrasi publik mencakup semua jenis pelayanan yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan, yang hanya dapat dilakukan oleh negara dalam wilayah hukumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat dilaksanakan dengan cara lain. bekerja

Jasa perparkiran, termasuk jasa penyediaan atau pengelolaan tempat parkir oleh pemilik tempat parkir atau usaha pengelolaan parkir, yang dikenakan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah. dan biaya daerah.

Beberapa layanan kesehatan dan yang ditanggung oleh Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelayanan angkutan umum darat dan laut serta angkutan udara dalam negeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan angkutan internasional.

Jasa makanan dan minuman, yaitu segala jenis jasa makanan dan minuman yang dikenakan pajak dan bea daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan bea daerah.

Daftar Barang Tidak Dikenakan PPN 12% dalam PMK 116/2017

●Barley dan Gandum: sekam, sekam, dipoles atau dipoles maupun tidak, setengah giling atau giling seluruhnya, diirik, menir, payau, cocok untuk budidaya.

●Jagung: dengan atau tanpa sekam, termasuk bijinya, dipecah dan dikupas (tidak termasuk bibitnya).

●Sagu: selulosa (sari sagu), tepung terigu, tepung bubuk dan semolina.

●Kacang: dikupas, utuh dan pecah, tidak termasuk bijinya.

●Garam meja: beryodium atau tidak beryodium, termasuk garam meja dan garam yang diubah sifatnya untuk konsumsi atau kebutuhan pokok.

●Daging: tidak diolah, dibekukan, dikapur, didinginkan, diasinkan, diasinkan atau diawetkan dengan cara lain, dengan atau tanpa tulang, daging sapi dan unggas segar.

●Telur: tidak diolah, kecuali telur, diasinkan, segar atau diawetkan.

●Susu: susu dingin atau panas tanpa tambahan gula atau bahan lainnya.

●Buah : Buah-buahan segar yang telah dicuci, dipisahkan, dikupas, dipotong, diiris dan dicincang, kecuali dikeringkan.

●Sayuran: Sayuran segar, termasuk sayuran segar yang telah dipotong, dicuci, ditiriskan, disimpan pada suhu rendah, dan dibekukan.

●Transformasi: Ubi jalar segar yang telah melalui proses pencucian, pemisahan, kupas, pemotongan, pengirisan dan pencacahan.

●Buah-buahan: segar, kering, tetapi tidak memar atau memar.

●Gula meja: gula kristal putih yang diperoleh dari tebu, dimaksudkan untuk dikonsumsi tanpa pemanis atau pewarna.

Daftar barang yang dikenakan PPN 12%.

Barang-barang yang dikenakan pajak pertambahan nilai diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 “Tentang Pemberlakuan Tambahan Ketiga Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 “Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa” dan Pajak Penjualan Atas Barang diatur secara mewah. Menurut Pasal 4 Ayat 1, objek-objek berikut ini adalah PPN.

●Pengangkutan Barang Kena Pajak (BKP) ke daerah pabean oleh pengusaha.

● Impor BKP.

● Pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) oleh pengusaha dalam daerah pabean.

●Penggunaan BKP bukan pabean di dalam daerah pabean dari luar daerah pabean.

●Penggunaan JKP di dalam daerah pabean dari luar daerah pabean.

● Ekspor material BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.

●Ekspor BKP tidak berwujud dari pengusaha dikenakan pajak.

●Ekspor JKP dikenakan pajak oleh pengusaha.

Tonton video “Video: Kenaikan PPN 12% Bikin Gelisah” (anl/ega)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top