Jakarta –
Fenomena berhemat pangan mulai populer di kalangan kelas menengah. Menurut data Bank Indonesia (BI), rasio tabungan terus menurun.
Pada Oktober 2024, rasio tabungan menjadi 15%. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni September dan Agustus 2024 yang masing-masing sebesar 15,3% dan 15,7%.
Fenomena yang sering terjadi pada masyarakat kelas menengah ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
“Menurut saya, dampaknya justru memperburuk kondisi yang dihadapi kelas menengah saat ini. Karena dalam kondisi seperti sekarang ini, laju pertumbuhan upah riil justru melambat, sementara biaya hidup meningkat meski inflasi rendah. . rendah karena permintaan juga rendah,” kata Pusat Reformasi Ekonomi (CORE). ) Direktur Eksekutif Mohammad Faisal mengatakan kepada ANBALI NEWS, Sabtu (16/11/2024).
Sementara itu, Faisal melihat tabungan juga mengalami penurunan pada rata-rata saldo bank yang saldonya di bawah Rp 100 juta. Ia menjelaskan, sekitar 99% klien memiliki saldo rekening di bawah Rp 100 juta.
“Dengan kondisi yang terjadi selama ini, jika terjadi kenaikan biaya hidup karena alasan kebijakan atau faktor lain seperti kenaikan PPN, maka pada tahun depan BPJS akan sehat, maka ada kenaikan pajak “Lain-lain. Hal ini kemungkinan besar akan menghancurkan pendapatan, terutama bagi kelas menengah,” jelas Faisal.
Dalam kondisi seperti itu akan berdampak pada permintaan dalam negeri yang berkurang, serta belanja atau pengeluaran uang dari masyarakat kelas menengah, kata Faisal.
“Selain rendahnya tingkat belanja, otomatis penabung juga lebih banyak menggunakan tabungannya,” kata Faisal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhisthira mengatakan masyarakat kelas menengah belum siap dengan kenaikan PPN sebesar 12%. Menurut Bhima, hal ini terlihat dari semakin banyaknya pekerja di sektor yang tidak terorganisir.
Bhima melanjutkan, fenomena ini membuat pendapatan masyarakat di sektor formal dan industri pengolahan akan terpuruk. Contohnya adalah meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (HK) di sektor padat karya yang juga menyasar kelas menengah.
“Sebenarnya menurut saya masih banyak orang yang tidak punya tabungan. Banyak orang yang terjebak dengan pinjaman online, sehingga tidak punya tabungan lagi. Ada pula yang mencari pekerjaan sampingan dengan menjaminkan aset yang ada,” ujarnya. Bima.
Bhima menegaskan, meningkatnya fenomena pekerja di sektor informal merupakan sebuah peringatan. Diakuinya, pihaknya telah mengajukan beberapa opsi selain menaikkan PPN menjadi 12%.
“Ada banyak jenis perluasan basis pajak yang tidak berdampak pada kelas menengah. Mulai dari pajak kekayaan yang didorong oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20 akan mendapat Rp 81,6 triliun. Ada juga pajak atas produksi batu bara setiap tahunnya, atas nama lingkungan. “Dulu, pajak karbon tidak diterapkan. Beberapa varian pajak dapat dikembangkan. Cara tertua adalah menaikkan tarif dari sisi pajak. Meningkatkan penerimaan pajak,” kata Bhima. (fdl/fdl)