Jakarta –
Mengingat adanya pandemi COVID-19, ketersediaan alat kesehatan dan obat-obatan pada saat itu relatif terbatas di tengah tingginya permintaan. Akibatnya, stok menjadi langka di banyak daerah, dan harga peralatan kesehatan tiba-tiba melonjak drastis.
Misalnya saja masker medis yang harga normalnya berkisar Rp 20-30 ribu saat pandemi bisa dijual ratusan ribu rupee.
Organisasi Kesehatan Dunia sebelumnya telah mengingatkan negara-negara tentang perlunya “bersiap” menghadapi kemungkinan munculnya epidemi berikutnya, terutama dalam mempersiapkan kebutuhan obat-obatan dan peralatan medis. Saking banyaknya jumlah tersebut, sistem kesehatan kewalahan bahkan “runtuh” dan mengalami kerugian ekonomi yang sangat besar.
Menteri Kesehatan RI Budi Junadi Sadikin menyikapi persoalan menurunnya produksi alat kesehatan dan obat-obatan dalam negeri. Dia mendorong target produk yang dijual minimal harus memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) melebihi 50 persen.
“Pada masa epidemi, lockdown sangat membatasi pasokan peralatan medis dan obat-obatan. Situasi ini membuat pemerintah bertekad untuk membangun sistem kesehatan yang kuat, aman, dan layak di Indonesia jika terjadi epidemi lagi,” ujarnya. menteri. Oleh Dinas Kesehatan saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (9/11/2024).
Menkes memperkirakan volume pengeluaran masyarakat Indonesia akan meningkat hingga 2,5 kali lipat dalam lima hingga 15 tahun ke depan di tengah situasi demografi Indonesia yang banyak terdapat lansia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Lucia Rizka Andalusia mengatakan target TKDN produk bidang kesehatan meningkat dari sebelumnya 25 persen.
“Kementerian Kesehatan akan mendorong nilai TKDN produk kesehatan, obat-obatan, dan alat kesehatan agar meningkat hingga lebih dari 50 persen,” ujarnya. Mereka memiliki mata pencaharian.
Fitofarmaka belum masuk JKN
Sayangnya, banyak produk, terutama obat-obatan nabati atau alami, masih bermasalah. Direktur Utama PT Dexa Medica V Hery Sutanto menilai meski sudah teruji secara praklinis dan uji klinis terkait efektivitas dan keamanannya, regulasi belum mengatur kapan produk tersebut bisa digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). .
“Obat fitofarmaka ini belum ada dalam program JKN. Karena dalam aturan diatur bahwa penggunaan obat JKN adalah obat selain obat tradisional segera,” ujarnya. “Akan digunakan dalam cakupan yang luas karena kita tahu mayoritas, “98 persen masyarakat kita adalah peserta BPJS (JKN),” Video “Video: Kemenkes Tolak Jelaskan Covid-19. pandemi sebagai rekayasa global” (nav/dulu)