Jakarta –
Pakar teknologi plastik lulusan universitas Jerman, Oka Tan, memastikan tidak ada yang salah dengan cara pendistribusian atau penggunaan kembali galon polikarbonat di Indonesia. Meski terkena sinar matahari, menurutnya tidak akan menyebabkan migrasi senyawa Bisphenol A (BPA).
Pakar polimer lulusan Darmstadt University of Applied Sciences Jerman ini menjelaskan, migrasi BPA dari liter polikarbonat keras ke dalam air terjadi ketika kemasan terkena panas mulai 70 derajat Celcius. Artinya, meskipun galon dikeluarkan sepanjang hari, migrasi BPA tidak akan terjadi kecuali suhu mencapai 70 derajat.
“Kalau suhu kita di dunia siang hari tidak mencapai 70 derajat, ya lain soal. Tapi selama ini di Indonesia hanya 40 derajat, itu maksimal,” kata Oka Tan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/12). .2024 ).
Dalam diskusi baru-baru ini, ia menemukan bahwa migrasi bisa terjadi jika suhu di atas 70 derajat Celcius. Namun penggunaan botol polikarbonat telah melalui serangkaian pengujian termasuk pemanasan untuk menguji ketahanan dan keamanan kemasan makanan.
“Namun, beberapa suhu di bawah 70 derajat Celcius harusnya aman,” tegasnya.
Pakar lulusan Departemen Teknologi Polimer Jerman ini menjelaskan, migrasi BPA tidak hanya karena paparan panas, tetapi bisa juga karena benturan atau gesekan yang kuat sehingga menyebabkan kerusakan pada kemasan makanan yang menyebabkan keluarnya BPA.
“Tetapi sekali lagi saya kira dalam pembagian galon ini tidak bersifat agregat dan bersifat individual (teratur) sesuai aturan sehingga sangat minim gesekannya,” ujarnya.
Oka mengatakan negara-negara dengan iklim tropis sebenarnya lebih cenderung menggunakan hard polycarbonate atau galon yang dapat digunakan kembali dibandingkan polietilen tereftalat (PET) atau liter sekali pakai. Hal ini dikarenakan polikarbonat memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan PET.
Apalagi jika melihat kebiasaan masyarakat Indonesia yang terkadang merobohkan atau menghabiskan berliter-liter air minum dengan keras. Dia mengatakan kekuatan galon polikarbonat yang keras ini berarti bahan kimia penyusun plastik tidak berpindah ketika diolah dengan cara ini.
Sedangkan botol lainnya bisa 2-3 kali terjatuh dan juga retak (rusak), itu salah satunya, sehingga bisa dipakai berkali-kali hingga 20 kali. Faktanya dalam hal ini terlihat jelas bahwa penggunaan sebanyak 20 kali jauh lebih aman bagi produsen dibandingkan menggunakan PET.
Seperti diketahui sebelumnya, banyak perbincangan mengenai migrasi BPA dari liter ke air. Sistem pengiriman galon juga menjadi sorotan karena dilakukan menggunakan truk terbuka yang dapat terkena sinar matahari langsung, yang disebut-sebut menjadi penyebab migrasi tersebut.
Hasil penelitian Institut Teknologi Bandung (ITB) juga tidak menemukan migrasi BPA dari wadah polikarbonat ke dalam air minum. Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Akhmad Zainal Abidin menjelaskan, penelitian tersebut dilakukan untuk menguji keamanan dan kualitas air minum dalam botol PC galon.
“Dari penelitian yang kami lakukan, kami belum mendeteksi BPA (tidak terdeteksi/ND) pada seluruh sampel AMDK yang diuji,” kata Akhmad Zainal.
Penelitian tersebut berfokus pada pendeteksian pembusukan atau migrasi BPA dari kemasan galon polikarbonat keras ke dalam air minum pada empat sampel merek AMDK terpopuler. Temuan ini membuktikan bahwa air galon PC masih sangat aman untuk dikonsumsi. Tonton video “Video: Indonesia butuh banyak dokter spesialis, Menkes Yakinkan Calon Asing Pulang” (prf/ega)