Jakarta –
Opensignal telah merilis laporan terbarunya mengenai kecepatan Internet Penyedia Layanan Internet (ISP) di Indonesia.
Dalam laporannya, Opensignal membandingkan kualitas kecepatan internet ISP berskala besar dengan ISP lokal di berbagai negara. Salah satu kesimpulannya adalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan disparitas terbesar antara ISP skala besar dan ISP lokal dalam hal kualitas konsistensi broadband.
Kualitas Konsistensi Broadband mengukur seberapa sering jaringan dapat memenuhi persyaratan untuk penggunaan aplikasi umum (misalnya, menonton video HD, menyelesaikan panggilan video grup, dan bermain game sepanjang hari), dilihat dari perspektif satu perangkat setelah koneksi. didirikan. Hasilnya ditampilkan sebagai persentase pengguna yang berhasil dalam pengujian.
Secara umum, menurut Opensignal, pengguna ISP skala besar memiliki pengalaman fixed broadband yang lebih konsisten dibandingkan ISP lokal. Namun khusus di Indonesia, selisihnya tampak lebih besar yakni mencapai 17,2%.
“Perbedaan ini semakin terlihat ketika kita mempertimbangkan bahwa Indonesia memiliki skor kualitas konsistensi broadband terendah di antara negara-negara yang dianalisis, baik untuk ISP skala besar maupun ISP lokal. Segmen ISP lokal di Indonesia tertinggal jauh dibandingkan skor ISP lokal di Indonesia dan negara lain,” tulis Opensignal dalam laporannya.
ISP berskala besar dapat memberikan kualitas Internet yang lebih konsisten karena mereka memiliki sumber daya untuk berinvestasi pada infrastruktur berkualitas tinggi, seperti pusat data yang lebih cepat dan teknologi manajemen lalu lintas yang canggih, serta kemampuan untuk memanfaatkan skala ekonomi, dan juga dapat berkolaborasi. . dengan penyedia jaringan lainnya.
Sementara itu, untuk ISP lokal, meskipun mereka memberikan pendekatan yang lebih lokal, mereka sering kali menyewa bandwidth dari penyedia layanan yang lebih besar, sehingga membatasi pengalaman pengguna bagi pelanggannya.
Kesimpulan lain dari laporan Opensignal adalah ISP lokal di Indonesia kesulitan melebihi kecepatan 5 Mbps, yang menurut Opensignal merupakan batas kecepatan yang tergolong cukup baik dan dianggap cukup untuk streaming video HD dari layanan streaming populer seperti Netflix dan YouTube.
37,1% pengguna Opensignal yang menggunakan ISP lokal gagal dalam tes pengunduhan 5 Mbps. Sementara itu, hanya 18,8% pengguna Opensignal di Indonesia yang memiliki ISP skala besar yang gagal dalam tes.
Faktanya, menurut Opensignal, banyak pengguna di Indonesia yang mengandalkan jaringan WiFi. Misalnya, di banyak kabupaten di Jawa Timur, persentase penggunaan WiFi tercatat sangat tinggi, seringkali di atas 50%.
Dampak dari kesenjangan ini meluas ke berbagai sektor, sehingga berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil. Akses internet yang tidak memadai dapat menurunkan produktivitas, membatasi peluang ekonomi, dan meningkatkan kesenjangan sosial ekonomi.
Opensignal, melalui laporan ini, menyerukan tindakan proaktif oleh pemerintah dan regulator untuk meningkatkan kualitas infrastruktur dan layanan, memastikan akses yang adil dan merata terhadap fixed broadband berkualitas tinggi bagi semua masyarakat.
“ISP yang lebih kecil, termasuk pengecer dan penyedia layanan Internet tidak berlisensi, dapat menawarkan pilihan yang lebih terjangkau, namun seringkali kesulitan untuk memberikan kualitas layanan yang dibutuhkan, terutama di daerah pedesaan. Memastikan layanan yang terjangkau namun berkualitas tinggi, terus menjadi hal yang penting untuk pembangunan digital berkelanjutan ,” tulis Andrey Popov dan Robert Wyrzykowski dalam laporannya. Tonton video “Berapa Biaya Telkomsel 5G di Bali?” (asj/rns)