Jakarta –
Tingginya biaya di sektor perekonomian masih menjadi tantangan struktural yang menghambat daya saing negara. Para pengusaha memperkirakan tingginya biaya di sektor logistik, energi, tenaga kerja dan kredit menjadikan Indonesia salah satu negara dengan biaya menjalankan bisnis tertinggi di ASEAN-5 (termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan biaya logistik telah mencapai 23,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut menunjukkan Indonesia jauh lebih tidak efisien dibandingkan Malaysia dengan persentase 12,5% dan Singapura dengan persentase 8%.
“Kalau kita lihat yang namanya biaya tenaga kerja, biaya logistik, biaya energi, Indonesia termasuk yang tertinggi di ASEAN, dan di sini meskipun kita melihat upaya pemerintah untuk menekan biaya logistik tersebut, sebenarnya di bidang ini masih belum maksimal. kompetitif dan sangat tinggi,” jelas Shinta pada acara Apindo Economic & Business Outlook 2025 di kantor Apindo Jakarta, Kamis. (19/12/2024).
Di sisi lain, riset Apindo menunjukkan 61,26% badan usaha kesulitan mengakses pinjaman, dan data menunjukkan 43,05% pelaku usaha menilai suku bunga pinjaman terlalu tinggi. Selain itu, sekitar 64,28% perusahaan menyatakan reformasi regulasi tidak menjamin kemudahan dan keamanan berusaha.
“Kemudian kita tambahkan biaya-biaya seperti perizinan, regulasi, dan lain-lain, yang juga menambah biaya berusaha. Jadi kami selalu bilang kunci utamanya adalah bagaimana Indonesia bisa memperbaiki ekonomi biaya tinggi yang ada. Dengan begitu kita bisa lebih kompetitif. “, Sinta. ditambahkan
Lebih lanjut Shinta memaparkan agenda strategis yang dinilai perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni dimulai dari hilirisasi barang pada sektor-sektor strategis; penguatan UMKM secara konsisten dan terarah dengan pendekatan pentahelix; memperkuat ekosistem ekonomi digital; optimalisasi sektor hijau; mencapai swasembada pangan; menyederhanakan perizinan, meningkatkan transparansi dan konsistensi kebijakan dalam mendukung iklim investasi; dan optimalisasi pendekatan berbasis risiko (OSS-RBA).
Tonton videonya: Apakah PPN 12% akan berdampak besar bagi perekonomian Indonesia?
(eds/eds)