Jakarta –
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia melaporkan adanya “klinik” Kecantikan Ria yang melakukan prosedur kosmetik di bawah standar. Inspiratif Ria Agustina, pemilik sekaligus pelaku aksi ilegal ini rupanya bukan ahli kecantikan. Berdasarkan pemeriksaan polisi, yang dimaksud hanyalah lulusan perikanan yang memiliki sertifikat pelatihan.
Produk kesehatan yang digunakan klinik palsu untuk menghilangkan jerawat atau bekas jerawat juga tidak sesuai izin edar. Begitu pula dengan hasil krim dan serum obat bius yang disinyalir tidak mendapat izin BPOM.
“Tentu ini menjadi perhatian kami dan BPOMRI pasti akan menindak Topolski-nya. Kami sudah bekerja sama dengan Deputi Produk Kosmetik yang menanganinya,” jelas Taruna kepada ANBALI NEWS, Senin (9/). . 12/2024).
“Tidak punya izin mendistribusikan dan lain-lain, tentu ilegal, saya sudah bicara dengan Deputi 4 untuk mencoba mengklarifikasi dan memantaunya,” lanjutnya.
BPOM RI disebut memiliki 600 personel Polri yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mengusut kasus tersebut. Masyarakat diimbau berhati-hati dalam memilih klinik, pastikan yang bersangkutan memiliki surat izin praktik dan obat yang digunakan memiliki izin resmi dari BPOM.
Masyarakat jangan tergiur dengan harga yang murah saat memilih pengobatan di klinik.
Ria dijerat Pasal 435. Pasal 138 Ayat (2) dan/atau Ayat (3) dan Pasal 441 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Ancamannya maksimal 12 tahun penjara atau denda 5 miliar rupiah.
Pengumuman permulaan kasus
Pada Minggu (1/12/2024), polisi menangkap Riya dan asistennya bernama DN (58) karena diduga melakukan perzinahan di sebuah kamar hotel di Kuningan, Jakarta Selatan. Dia ditangkap saat memberikan layanan kecantikan di kamar hotel pada tahun 2028. Diketahui bahwa tempat tersebut digunakan sebagai lokasi kliniknya yang tidak memiliki izin.
Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya (POL) Veera Satya Triputra dalam konferensi pers, Jumat (12/6), mengatakan, “Tersangka, Rhea, dan hasil tes DNA bukan tenaga medis atau tenaga kesehatan.” .
Meski belum memenuhi syarat sebagai dokter spesialis kesehatan kulit, Ria telah membuka klinik kecantikan sendiri di Malang, Jawa Timur, dan cabang baru bernama Ria Beauty di Kuningan, Jakarta Selatan.
Tersangka bukan tenaga medis dan bukan pula tenaga medis yang sengaja mencari uang dengan membuka jasa penghilang jerawat di wajah, kata Vera.
Dalam pemeriksaan, polisi menemukan dermaroller yang menjadi bukti kuat dalam kasus dugaan kelalaian. Polisi menetapkan bahwa dermaroller Rhea tidak berlisensi.
“Tersangka memanfaatkan membuka jasa yang tidak memiliki izin untuk mengedarkan sengaja menghilangkan jerawat di wajah dengan roller GTS, selama tidak ada kerusakan pada jaringan kulit,” jelasnya.
Selain itu, krim dan serum pereda nyeri yang diberikan kepada konsumen (korban) juga tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Mereka kemudian diberikan serum yang tidak memenuhi standar keamanan dimana tersangka mengaku memiliki kualifikasi yang sah dengan didukung oleh sertifikat pelatihan,” kata Weera.
“Harganya (untuk pengobatannya) cukup mahal, lebih dari 10 juta rupiah, bahkan sekali prosedur saja biayanya 85 juta rupiah,” kata Weera. Simak Video: IDI Sebut Rhea Beauty Owner Dapat 33 Sertifikat (naf/kna)