Jakarta –
Media Qatar, Al Jazeera, menyoroti jumlah kelas menengah di Indonesia yang terus menurun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Jumlah kelas menengah akan turun dari 57,3 juta pada tahun 2019 menjadi 47,8 juta pada tahun 2024 atau berkurang 9,5 juta jiwa.
Lantas siapa saja yang termasuk kelas menengah dan apa kriterianya?
Amalia Adininggar Widyasanti, Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan kelas menengah Indonesia didominasi oleh masyarakat usia produktif seperti Jenderal. Kelompok sisanya adalah generasi boomer sebesar 12,62% dan kelompok pra-boomer sebesar 1,12%.
Selain itu, mereka juga merupakan kontributor utama konsumsi yang menopang pertumbuhan perekonomian Indonesia. Jumlah kelas menengah adalah 47,85 juta jiwa atau setara dengan 17,3% populasi negara.
“Jika dilihat dari usia kelas menengah, sekitar 1 dari 3 penduduk kelas menengah adalah generasi Z dan generasi Alpha,” kata Amalia, Minggu (17/11/2024) kemarin.
Lebih dari separuh kelas menengah (62,24%) berpendidikan SMA atau perguruan tinggi. Sekitar 40,99% penduduk kelas menengah juga mempunyai pendidikan perguruan tinggi atau universitas.
Sebagian besar penduduk kelas menengah (72,89%) tinggal di perkotaan. Sementara itu, lebih dari separuh penduduk kelas menengah (58,68%) tinggal di perkotaan.
Dari segi lapangan kerja, sebagian besar masyarakat kelas menengah mempunyai pekerjaan di sektor formal. Namun jumlah pekerja sektor formal pada kelas menengah akan berkurang dari 57,33 juta pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta pada tahun 2024.
“Dalam 5 tahun terakhir, jumlah pekerja kelas menengah yang berbadan hukum sedikit menurun,” kata Amalia.
Selain itu, pengukuran aglomerasi dalam dokumen bertajuk Aspiring Indonesia: Memperluas Kelas Menengah 2019 juga didasarkan pada pengukuran Bank Dunia bahwa daerah tersebut memiliki tingkat kemiskinan sebesar Rp582.932 per orang.
Bagi kelas menengah, besaran pengeluarannya 3,5-17 kali lipat angka kemiskinan atau sekitar 2,04 juta hingga 9,90 juta dolar per bulan. Untuk menjangkau kelas menengah adalah 1,5-3,5 kali angka kemiskinan atau 874,39 ribu hingga 2,04 juta riyal, kemudian 1-1,5 kali angka kemiskinan atau 874,39 ribu.
Di bawah garis kemiskinan, bagi kelompok tidak mampu, biayanya sebesar 582.93.000 riyal per bulan, sedangkan kelompok atas mengeluarkan pengeluaran 17 kali lipat atau lebih dari 9,90 juta Ariary per orang per bulan. (acd/acd)