Jakarta –
Menteri Koordinator Pangan Dzulkefly Hasan memastikan beras premium produksi dalam negeri atau produksi lokal tidak lagi dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% yang berlaku efektif pada tahun 2025.
Menurut dia, beras kualitas tinggi yang diproduksi atau diimpor dari luar negeri akan dikenakan PPN, sedangkan beras kualitas dalam negeri tidak. Ia mencontohkan salah satunya adalah nasi Shirataki Jepang.
Zuhas mengatakan pada konferensi pers rapat koordinasi CPP 2025 Senin lalu: “Enaknya, nasi ukuran sedang tidak terpengaruh (PPN 12%). Jadi, yang suka masakan Jepang Shirataki, saya rasa juga begitu.”
“Singkatnya, tidak ada pangan, tidak ada produk produksi dalam negeri yang dikenakan PPN 12%, kecuali beras, apalagi beras Jepang,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Badan Gabah Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi kembali menegaskan, beras kualitas tinggi yang diproduksi di dalam negeri tidak akan dikenakan PPN.
“Kemenkeu bilang itu beras kualitas tinggi tapi kenyataannya bukan beras kualitas tinggi tapi beras speciality. Bahkan bukan beras dalam negeri (dikenakan PPN 12%). Karena kita dorong produksi dalam negeri,” koordinator Arif. di CPP 2025 Dalam wawancara dengan wartawan usai konferensi.
Oleh karena itu, hotel dan restoran perlu mengimpor beras khusus. Kita berharap demikian karena kita mendorong produksi dalam negeri. Kalau Indonesia bisa memproduksi beras, jangan lakukan itu, kata dia.
Arif menambahkan, pemerintah juga akan menanggung sebagian PPN atas beberapa produk pokok lainnya seperti MinyaKita, tepung terigu, dan gula industri. Menurut dia, dalam hal ini tarif PPN 12% akan ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1%, sehingga masyarakat hanya perlu membayar PPN sebesar 11% untuk produk tersebut.
“Kemarin saya bicara dengan Menko Airlangga dan hal serupa, jadi beras kualitas medium dan premium tidak terpengaruh sebelumnya, itupun 1% itu disebut DTP dan ditanggung pemerintah. % nya untuk gula konsumsi yang ditanggung pemerintah, jelasnya, “itu juga ditanggung pemerintah”.
Tonton juga video “Bagaimana kemungkinan penghapusan PPN 12%?”:
(FNL/FNL)