Efek Ngeri Pajak Naik: Harga Motor Makin Mahal, Daya Beli Melemah hingga PHK

Jakarta –

Pasar mobil pada tahun 2025 dinilai lebih menantang karena pemerintah akan meningkatkan pemungutan pajak. Harga sepeda motor akan sangat mahal sehingga berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, produktivitas menurun, dan yang paling parah adalah PHK.

Faktanya, potensi pasar roda dua di Indonesia masih menarik bagi produsen. Namun jika konsumen semakin terbebani dengan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen dan peluang pajak, maka pasar sepeda motor dikhawatirkan akan semakin tertekan.

“Dari segi potensi pasar, kita punya potensi yang besar. Pertama, jumlah penduduknya banyak. Kepadatan pemilik sepeda motor masih bisa tertangani. Kini keberadaan sepeda motor menjadi alat transportasi yang menguntungkan sangat dibutuhkan masyarakat, berkendara. sepeda motor dimana-mana berfungsi dengan baik,” “berfungsi dengan baik. Melihat kondisi tersebut, ada peluang di pasar,” kata General Manager PT Astra Honda Motors, Ahmad Muhibbudin, Cikarang, Jawa Barat.

Hanya saja di tahun 2025 ini masih banyak tambahan beban masyarakat, mungkin ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri otomotif, tambahnya.

Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) memperkirakan dampak penerapan opsi perpajakan khususnya dapat menyebabkan pasar melakukan penyesuaian sebesar 20 persen.

Namun karena adanya peluang pajak ini, kami khawatir pasar justru akan tertekan hingga 20% pada tahun depan, kata Kepala Urusan Bisnis AISI Sigit Kumala dalam keterangannya di rumah sahnya.

Menurunnya angka penjualan di pasar domestik kemungkinan besar akan berdampak besar pada industri sepeda motor kelas atas dan bawah tanah air.

Pertama, menurunnya permintaan pasar akan memaksa produsen sepeda motor mengurangi produksinya, sehingga berdampak pada permintaan industri mereka terhadap suku cadang lain dalam bisnisnya. Jika dampaknya terlalu besar, besar kemungkinan akan terjadi pengurangan pada industri ini.

– Kami berusaha semaksimal mungkin, ini yang kami pikirkan dari pihak pabrikan. Yang pasti kalau ada kenaikan, biasanya kenaikan itu kita bebankan ke harga, yang diteruskan ke pelanggan, kata Muhib.

“Akibatnya kalau konsumen tidak mampu membeli sepeda motor karena kenaikan harga, maka produksi kita akan turun secara moderat. Ini berdampak pada hulu dan hilir. Produksi di hulu akan turun, produsen material akan mengurangi pasokannya sendiri, ini akan terjadi. di semua level, baik pemasok tier 1, tier 2, hingga 3, kata Muhib.

“Pada sisi negatifnya, hal ini berdampak pada industri pendukungnya yaitu industri keuangan, industri asuransi, jika aset yang dibiayai berkurang maka kinerjanya akan menurun,” jelas Muhib.

Kondisi pasar yang membebani konsumen dan pelaku industri berpotensi menekan daya saing industri di kancah perekonomian global, khususnya di kawasan ASEAN.

Pasalnya, di tingkat persaingan yang sama, negara Jiran yang tercatat sebagai salah satu pasar mobil dengan pertumbuhan tercepat di ASEAN ini justru mempertahankan kebijakan pengurangan PPN dari 10% menjadi 8% hingga Juni 2025. Sedangkan Indonesia menambah 12 PPN. . %, serta kenaikan PKB dan BBNKB, serta tambahan pajak atau retribusi terbuka.

– Jika semua itu bisa diterapkan dan dipertahankan dalam jangka panjang, kita khawatir daya saing industri kita akan melemah. Ini tidak baik untuk situasi investasi, kata Sigit prihatin. Simak video “Video Komisi XI DPR Sebut PPN 12% Berpotensi Menimbulkan Kerusuhan Sipil” (riar/rgr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top