Jakarta –
Dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dinilai serius bagi masyarakat kelas menengah dan miskin. Menurut studi yang dilakukan Center for Economic and Legal Studies (Celios), kenaikan PPN memang bisa meningkatkan belanja masyarakat, namun peningkatan pendapatannya dinilai minim.
Berdasarkan simulasi Celios yang dikutip Rabu (25/12/2024), kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12% akan menimbulkan tambahan biaya hingga Rp 354.293 per bulan bagi masyarakat kelas menengah. Jika diakumulasikan dalam satu tahun, jumlahnya bisa mencapai Rp 4,2 juta per tahun. Sedangkan rumah tangga miskin diperkirakan mendapat peningkatan pengeluaran hingga Rp101.880 per bulan atau Rp1,2 juta per tahun.
Peningkatan pengeluaran ini dinilai tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan melalui upah dan kesempatan kerja. Bayangkan saja pada tahun 2023, rata-rata kenaikan gaji di Indonesia hanya sebesar 2,8% atau Rp 89.391 per bulan.
Belum lagi peningkatan jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang pada tahun 2023 meningkat menjadi 11,7%. Hingga November 2024, sudah ada 64.751 orang yang terkena PHK.
Celios menulis dalam laporannya, Rabu (25/12/2024) “Masyarakat semakin frustasi karena peningkatan pengeluaran berbanding terbalik dengan peningkatan pendapatan. Rata-rata kenaikan gaji bulanan hanya 3,5% per bulan.tahun”. .
Kenaikan pajak pertambahan nilai juga dinilai berdampak signifikan terhadap inflasi. Hal ini mencerminkan pengalaman tahun 2022, ketika pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 11% pada bulan April, inflasi naik menjadi 3,47% (year-on-year).
Pada bulan Mei, Juni, dan Juli tahun yang sama, inflasi kembali meningkat menjadi masing-masing 3,55%, 4,35%, dan 4,94% (YoY).
“Inflasi menyebabkan penurunan konsumsi rumah tangga, terutama di kalangan kelas menengah bawah,” kata Celios dalam laporannya.
Mhd Zakiul Fikri, Direktur Hukum Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), juga mengatakan pemerintah harus bisa mengevaluasi kenaikan pajak pertambahan nilai. Jalan pintasnya adalah dengan mendorong dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai di HPP oleh Presiden Prabowo Subianto.
Meski demikian, ia menilai keberadaan Perppu dalam kebijakan regulasi Indonesia selama 10 tahun terakhir bukanlah hal yang aneh.
“Pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, ada delapan jenis Perppu yang diterbitkan karena beberapa alasan penting,” kata Zakiul dalam laporan tersebut.
Tonton videonya: PPN akan naik menjadi 12%, ini membuat Anda khawatir
(P/rd)