Jakarta –
Badan Standar Nasional (BSN) memastikan air yang digunakan atau digunakan kembali dalam liter polikarbonat aman dari bisphenol A (BPA). Minum air dalam liter tidak akan mempengaruhi kesehatan masyarakat karena kemasan makanan sudah mendapat sertifikasi.
“Apabila sudah tersertifikasi dan mendapat SNI, berarti ketika konsumen membeli produk tersebut, maka produk tersebut dapat dikatakan aman untuk digunakan,” tulis Heru Suseno, Direktur Pengembangan Standar Penilaian Pertanian, Kimia, Kesehatan dan Kesesuaian BSN Pernyataannya, Selasa (24/12/2024).
Hal itu diungkapkannya dalam diskusi Standardisasi Kemasan dan Jaminan AMDK Galon Polikarbonat pada Kamis (19/12). Heru menjelaskan standardisasi yang diterapkan pemerintah dan otoritas terkait berfokus pada 3 hal, yakni perlindungan masyarakat, penjaminan mutu dan efisiensi, serta persaingan usaha yang sehat.
Heru menekankan ketiga prinsip pedoman tersebut secara bersamaan dalam penyelenggaraan standardisasi nasional. Menurutnya, hal itu bertujuan untuk mensejahterakan seluruh masyarakat dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai seniman profesional dan konsumen.
Dijelaskannya, proses pembuatan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) meliputi perencanaan, perumusan, penetapan, dan pemeliharaan. Standardisasi ini melibatkan banyak pihak agar dapat berjalan dengan baik dan menjamin kualitas produk yang dihasilkan.
Lebih lanjut, Heru menegaskan, sertifikasi ini harus dicermati oleh para pelaku profesional dan semua pihak demi menjaga fungsi keselamatan, keamanan, kesehatan, atau lingkungan hidup. Artinya, pemerintah dan BSN menjamin produk yang mendapat SNI aman dikonsumsi termasuk air minum dalam kemasan (AMDK).
“Galon polikarbonat ini sudah mendapat SNI, jadi pasti aman,” ujarnya.
Sementara itu, Okki Krishna Rachman, pakar analis kebijakan muda pada Direktorat Minuman, Hasil Tembakau, dan Penyegar Kementerian Perindustrian, mengatakan semua jenis produk AMDK harus mematuhi SNI. Selain SNI, industri AMDK juga diatur mulai dari pengendalian air baku, pengendalian manufaktur hingga pengendalian pengemasan pangan.
Okki mengatakan, ada peraturan di setiap poin untuk menjamin kesehatan dan kualitas produk. Seluruh industri AMDK juga wajib menjalani pengujian produk di Lembaga Sertifikasi Produk Laboratorium Penguji (LSPro).
Jadi penguasaan air baku juga diatur oleh Kementerian Perindustrian. Kualitas air baku dengan kualitas ini juga dijamin undang-undang, kata Okki.
Jaminan keamanan serupa juga diungkapkan dari hasil penelitian yang dilakukan Universitas Islam Makassar (UIM). Organisasi civitas akademika ini melakukan penelitian untuk membuktikan kebenaran migrasi BPA dari galon polikarbonat ke dalam air.
Endah Dwijayanti, ketua program studi kimia UIM sekaligus peneliti, mengungkapkan tidak ada migrasi BPA dari sampah polikarbonat ke air minum. Temuan ini bertentangan dengan klaim migrasi BPA yang diungkapkan oleh individu tertentu.
Endah menjelaskan, penelitian dilakukan di lima kota di Makassar dengan cara memilih serasah polikarbonat secara acak. Baik sampah yang terkena sinar matahari langsung maupun sampah yang disimpan di gudang menjadi subjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat struktur molekul BPA pada air liter polikarbonat. Artinya tidak ada migrasi BPA dari kemasan liter polikarbonat ke dalam air minum.
“Saya tidak bisa membaca komposisinya, apalagi mengetahui apakah zat tersebut pernah dijemur sebanyak dua liter,” kata Endah.
Kemudian Harmawan Sefiono, anggota Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI), menjelaskan Litter dan BPA merupakan dua produk yang berbeda. BPA merupakan senyawa pembuat galon polikarbonat.
Harmawan mengatakan BPA merupakan zat yang sangat berbahaya jika dikonsumsi sendiri. Namun, reaksi polimerisasi antara BPA dan fosgen (karbonil diklorida) dalam senyawa polikarbonat menghilangkan bahaya BPA.
“Nah, kalau menjadi senyawa polikarbonat, produksi polimer ini harus aman. Artinya, kemasan produk AMDK liter itu aman digunakan,” kata Hermavan Cefiono.
Dia mengatakan belum ada laporan ada orang yang sakit di Eropa setelah minum air bergalon polikarbonat. Oleh karena itu, kemasan dan tutup galon polikarbonat aman digunakan untuk produk AMDK.
“Belum ada kasus kontaminasi penyakit akibat kandungan BPA di Indonesia maupun di luar negeri,” ujarnya.
Lebih lanjut Hermavan menjelaskan penggunaan BPA pada botol bayi sudah lama dilarang di Eropa. Hal ini berkaitan dengan berat badan anak dan daya tahan tubuh yang belum sebaik orang dewasa. Ia juga mengatakan, meski BPA masuk ke dalam tubuh, ia dimetabolisme oleh hati dan kemudian dikeluarkan melalui urin. Di negara mana pun, penggunaan liter air polikarbonat dinyatakan aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
“Saya juga pernah pakai satu liter polikarbonat di rumah, di kantor PET dan sejauh ini aman tidak ada masalah,” ujarnya.
Harmawan sebaliknya mengaku heran permasalahan BPA di Indonesia hanya terfokus pada sampah polikarbonat. Padahal kandungan BPA banyak ditemukan pada berbagai macam barang dan kemasan makanan. Misalnya, kaleng menunjukkan migrasi BPA tertinggi meskipun dalam batas aman.
Ia mengungkapkan, belum ada laporan orang sakit setelah minum air dari liter di Eropa, atau BPA bermigrasi dari liter karena paparan panas.
“Saya juga heran kenapa di sini kita hanya berurusan dengan liter. Riset di Eropa fokus pada banyak kemasan yang mengandung BPA dan kadarnya masih tergolong rendah. Makanya saya kaget tiba-tiba muncul,” tutupnya. .
Saksikan video “Membedah Label Bahaya BPA pada Kemasan Air Minum” (anl/ega).